PRESIDEN Amerika Serikat (AS) memicu kecaman dunia saat mengumumkan keputusan Pemerintah AS untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Rabu pekan lalu. Banyak negara memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat menghancurkan proses perdamaian antara Israel dengan Palestina bahkan dapat menyebabkan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah.
Keputusan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang kemudian diikuti langkah pemindahan kedubesnya di Tel Aviv ke Yerusalem telah menuai kecaman dunia. Banyak pihak mempertanyakan sikap AS tersebut.
Bagaimana keputusan kontroversial itu bisa diambil oleh negara yang dipercaya sebagai mediator perdamaian Palestina-Israel itu?
Keterlibatan AS dalam konflik Palestina Israel sudah berlangsung lama. Keputusan AS untuk memindahkan kedubesnya di Tel Aviv diatur dalam Jerusalem Embassy Act atau undang-undang Kedutaan Yerusalem yang dimulai sejak 1995.
Dilansir dari Time, UU tersebut mengharuskan AS untuk memindahkan kedutaan besarnya (Kedubes) dari Tel Aviv ke Yerusalem dalam batas waktu tertentu. Keringan yang diberikan terhadap penundaan pemindahan tersebut adalah selama 6 bulan.
Sejak itulah setiap enam bulan selama lebih dari dua dekade, Presiden AS harus memutuskan lagi apakah akan memindahkan Kedubes AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Dari masa jabatan Presiden Bill Clinton hingga Barack Obama, semua Presiden AS memilih untuk tetap mempertahankan Kedubes AS di Tel Aviv dan tidak memicu potensi kerusakan pada proses perdamaian di Timur Tengah yang sangat rapuh.
Pada 2017, konsekuensi mengenai pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel masih tetap sama seperti sebelumnya. Namun, Presiden Trump mengambil sikap yang berbeda dari para pendahulunya.
Dalam sebuah kicauan di akun twitter pribadinya, dia menyatakan bahwa keputusan kontroversialanya itu dilakukan dalam rangka memenuhi janji kampanyenya.
Beberapa pihak menilai UU 1995 mengenai pemindahan kedubes AS ke Yerusalem merupakan sebuah langkah yang lebih banyak berkaitan dengan politik domestik AS daripada proses perdamaian Timur Tengah.
Sikap AS pun menuai banyak reaksi keras dan kecaman dunia diikuti protes dan demonstrasi di wilayah Palestina-Israel. []