Oleh: Ummu Hanaan
Penulis Tinggal di Bandung, ummuhaaris25@gmail.com
MESKI tulisan ini mungkin terbilang telat, namun tak ada salahnya dicoba untuk dibagikan. Mengingat tema tentang pendidikan ibarat mata air yang tak pernah surut. Bahasannya terus mengalir. Apalagi yang dibahas tentang selebrasi peringatan hari Guru pada tanggal 25 November kemarin.
Jika kita menengok media sosial ramai ucapan dan ulasan tentangnya. Mulai dari status ucapan terimakasih, karangan bunga untuk sang guru sampai acara prank untuk guru-guru gaul. Macam rupa dan jenisnya muncul karna momen hari guru. Tapi, di luar gempitanya peringatan hari guru tadi, hati terkadang masih miris teriris ketika melihat bagaimana cara para pelajar kita memperlakukan guru, sang pemilik ilmu.
Masih ingatkah kita dengan kasus murid perkarakan guru ke pihak berwajib karena menegur tingkahnya di sekolah? Atau guru perempuan yang sukses dijebloskan ke penjara oleh wali muridnya? Dan di luaran sana, betapa tak terhitung kasus para guru yang tidak dihormati anak didiknya sendiri. Saya pribadi bukanlah pengajar di sekolah menengah pertama atau atas. Tapi nampaknya tidak perlu tuk menjadi guru untuk tahu bagaimana ananda kita semua memperlakukan bapak dan ibu mereka. Sungguh ketika berada di mall, angkutan umum, resto atau tempat umum manapun kita bisa menakar tata krama para ananda tercinta. Jika melihat hal tadi, apakah memang selebrasi peringatan guru tadi betul-betul mencerminkan kecintaan para pelajar kepada pendidik mereka? Jawabnya menurut saya, belum tentu.
Dalam pandangan Islam, ilmu adalah sesuatu yang disimpan di tilam pualam. Dijunjung tinggi, dimuliakan dan dihargai begitu tinggi. Begitu banyak ulasan nash baik dalam kalamullah atau hadits yang mulia tentangnya. Dari mulai yang masyhur seperti dalam QS Al Imran ayat 18 sampai dengan hadits mulia “Para ulama adalah pewaris para Nabi“. Semuanya menunjukan bahwa dalam Islam, ilmu berarti berbobot kemuliaan. Selain ilmu itu sendiri, maka turunannya seperti para pemilik ilmu, majelis ilmu, sarana-sarana dalam mencari ilmu juga ikut dijunjung. Bagaimana kita melihat para ulama shalih banyak mengulas perihal sikap pelajar terhadap hal-hal tadi.
Mulai dari bagaimana adab dan ahlaq berinteraksi dengan pelajaran, kitab, sesama pelajar dsb. Bahkan dalam kitab adab semisal Talim muta’alim atau Tadzkirah as sami wal mutakallim didetali sikap dan tata krama kita pada poin-poin terkait menuntut ilmu, khususnya mengenai sikap kita kepada guru. Dalam kitab adab Tadzkirah assami wal mutakalim karangan Imam ibn Jama’ah misalnya telah mengulas pada bab ke-3, pasal kedua. Disebutkan terdapat 13 poin adab atau akhlaq yang harus diamalkan pelajar pada guru. Dimulai dari poin memilih guru agar semangat belajar hingga tak menyakiti hatinya karena meninggalkan pembelajarannya, taat pada guru hingga bagaimana berbakti dan berkhidmat padanya. Tak terhitung berapa kitab karangan para ulama terdahulu yang membekali para pelajar agar memuliakan para guru sebagai pemilik ilmu dan sarana mencapai ilmu yang berkah. Bahkan Ibnu Jama’ah menyebutkan dalam kitabnya tersebut ” Haruslah seorang pelajar pada dirinya ( memposisikan diri pada gurunya) sebagai seorang pasien pada dokter yang mumpuni” . MasyAllah, beginilah cara pandang Islam mendidik kita para pelajarnya.
Inilah letak perbedaan paradigma pendidikan Islam dibandingkan sistem pendidikan selainnya. Betapa Islam sangat menekankan pengamalan adab dan akhlaq sebelum pelajar memulai menguasai ilmu lanjutan. Bahkan Adab dipandang sebagai titian pertama ilmu yang harus dikuasai oleh seorang pelajar. Rasul SAW sebagai suri tauladan dan guru tersukses bagi umat ini pun mencontohkan bagaimana meletakan pembahasan adab dan akhlaq sebagai pembelajaran yang mendominasi para diri sahabat. Terdapat sabdanya yang agung yang menyatakan bahwa sesungguhnya beliau diutus tuk menyempurnakan kemuliaan ahlaq. Bahkan dalam kitab Arrasul al-mualim karangan Abdul fattah Abu Ghuddah disampaikan bahwa uslub (metode) yang paling menonjol pada rasul SAW sebagai guru adalah mencontohkan lewat perbuatan yang baik dan akhlaq yang terpuji.
Apa yang dilakukan oleh Rasul dilanjutkan jauh oleh generasi orang-orang shalih sesudahnya. Terpisah rentang waktu yang jauh, Imam Malik menekankan dengan hal yang serupa, ia berkata “Pelajarilah adab sebelum memperlajari 1 ilmu”. Imam Syafii’ ketika ditanya bagaimana gambaran dirinya terhadap pembelajaran adab, ia mengibaratkan hal tersebut sebagai seorang ibu. Yang ia cari-cari dan tangisi selayaknya anak yang mencari ibunya. MasyAllah, rahimAllah ‘alayhim. Begini cara para salafush shalihiin menjalani tahapan pembelajaran. Tidak salah jika hasil thalabul ‘ilmi mereka mengukir sejarah emas dalam peradaban Islam.
Ah, bertambah-tambahlah kerinduan kita akan tegaknya kembali Islam. Yang menaungi segala ranah kehidupan termasuk pendidikan. Rindu jua dengan gambaran adab dan akhlaq terhadap guru seperti disebutkan sebelumnya. Adab dan akhlaq yang nanti kelak menjadi kado indah tak berbungkus kado atau pita di hari guru kita. Sungguh akan sangat indah gambaran amal para pelajar dalam memuliakan para guru. Kita rindu. Namun kita pun sadar kerinduan tadi tak kan terwujud jika kita masih berada dalam tatanan kehidupan yang menjadikan Diinullah dipinggirkan hanya dalam kehidupan privat saja. Padahal Islam adalah aqidah yang mengatur tidak hanya perkara hubungan kita dengan Allah Swt tapi juga aspek bermasyarakat termasuk pendidikan. Namun bagi kita muslim(ah) yang yakin akan janji Allah Swt dan RasulNya, kita yakin Islam akan kembali tegak dalam bentuk yang sama seperti dicontohkan oleh Nubuwah RasulNya. Semoga kita termasuk yang meyakini dan memperjuangkannya. Allahu ‘alam. []