SEBAGAI seorang wanita, kita tentu paham bahwa rambut adalah aurat. Kita tak boleh menampakkannya di muka umum. Kita harus menutupinya. Begitu pula ketika shalat. Ya, saat shalat,wanita harus menutupi auratnya termasuk rambut.
Tapi, bagaimana jika ada rambut yang tersingkap?
Dilansir dari konsultasisyariah.com, tersingkapnya rambut wanita ketika shalat, hukumnya sama dengan ketika ada aurat lain yang tersingkap.
Untuk kasus ini, ulama memberikan rincian:
Pertama, jika yang bersangkutan mengetahui dan segera membenahinya, maka shalatnya sah. As-Syirazi – ulama Syafi’iyah –, “Jika bajunya diterpa angin hingga terbuka auratnya, kemudian langsung dia tutup kembali, maka shalatnya tiak batal,” (al-Muhadzab, 1/87).
Kedua, yang bersangkutan mengetahui dan tidak segera menutupi. Ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama, hukumnya batal. Karena terbuka aurat, baik sedikit maupun banyak hukumnya sama saja. Ini adalah pendapat Imam as-Syafi’i.
Pendapat kedua, hukumnya tidak batal. Karena hanya sedikit. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika aurat orang yang shalat terbuka sedikit, shalatnya tidak batal. Ini ditegaskan oleh Ahmad dan pendapat Abu Hanifah. Sementara as-Syafii mengatakan, shalatnya batal. Karena ini hukum terkait aurat, sehingga sama saja sedikit maupun banyak, sebagaimana melihat,” (al-Mughni, 1/651).
Ada satu hadis yang bisa dijadikan acuan, hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi ﷺ di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat.
Beliau bersabda, ‘Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.’
Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning. Ketika aku sujud, tersingkap auratku. Hingga ada seorang wanita berkomentar, ‘Tolong tutupi aurat imam kalian itu.’
Kemudian mereka membelikan baju Umaniyah untukku. Tidak ada yang lebih menggembirakan bagiku setelah islam, melebihi baju itu,” (HR. Abu Daud 585 dan dishahihkan al-Albani).
Yang dimaksud terbuka aurat dalam kasus ini adalah terbuka sedikit auratnya. Dan shalat mereka tidak batal. Rasulullah ﷺ juga tidak menyuruh para jamaah untuk mengulangi shalat. Inilah yang menjadi acuan jumhur ulama bahwa sedikit aurat yang tersingkap, dan tidak langsung ditutup, tidak membatalkan shalat.
Syaikhul Islam mengatakan, “Jika ada rambut atau anggota badan wanita yang tersingkap sedikit, maka tidak ada kewajiban untuk mengulangi shalat menurut mayoritas ulama. Ini pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Namun jika yang tersingkap itu banyak, wajib mengulangi shalat di waktunya, menurut para ulama, baik ulama 4 madzhab maupun yang lainnya,” (Majmu’ al-Fatawa, 22/123). []