SALAH satu bentuk bersikap baik terhadap saudara seiman ialah tidak membiarkan saudara kita yang telah meninggal begitu saja. Sudah menjadi kewajiban kita untuk mengurusnya. Dari mulai memandikan hingga menguburkannya. Kita harus mengantarnya hingga sampai ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Lalu bagaimana dengan seorang perempuan, bolehkah seorang perempuan mengantar jenazah?
Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ melarang para perempuan mengantarkan jenazah ke kuburan. Kata Ummu ‘Athiyah RA, “Kami dilarang oleh Rasulullah ﷺ mengantarkan jenazah, tetapi larangan itu tidak terlalu keras dilakukan kepada kami.” (HR. Muslim)
Makna hadis larangan tersebut hanya sekedar “Makruh Tanzih”, tidak “Makruh Tahrim.” Lalu apa maksudnya?
Makruh tanzih adalah tuntutan syara’ untuk meninggalkan suatu perbuatan lebih baik daripada mengerjakannya. Tututan syara’ tersebut tidak pasti. Makruh tanzih dalam istilah hanafiyah sama dengan pengertian yang terdapat di lingkungan para jumhur ulama, seperti memakan daging kuda.
Adapun makruh tahrim adalah tuntutan syara’ untuk meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang, namun dalil yang melarangnya termasuk dalil zhanni, bukan dalil qat’i. Dengan kata lain apabila yang melarangnya itu dalil qat’i disebut haram. Apabila yang melarangnya dalil zhanni, disebut makruh tahrim. Contoh makruh tahrim adalah larangan memakai pakaian sutra dan perhiasan emas bagi kaum lelaki.
Jadi, larangan tersebut tidak begitu berlaku keras. Boleh saja seorang perempuan mengantar jenazah. Namun, alangkah lebih baik jika itu tidak dilakukan. Wallahu ‘alam. []
Referensi: Fiqih Perempuan/Karya: Muhammad ‘Athiyah Khumais/Penerbit: Media Da’wah