PERMASALAHAN rumah tangga itu kompleks. Salah satu maslah yang sering menerpa pasangan suami istri adalah persoalan ekonomi.
Adakalanya, kebutuhan keluarga itu banyak, tapi penghasilan yang diperoleh tidak seimbang. Belum lagi, harga bahan-bahan pokok yang terus melonjak. Tak jarang seorang istri menuntut uang belanja yang lebih. Sedangkan, suami masih bergantung pada gaji bulanan yang pas-pasan. Bagaimana mengatasinya?
Sebagai muslim, sebaiknya kita berkaca pada peri kehidupan Rasulullah SAW. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, Rasul pun pernah mengalami permasalahan serupa.
Ada sebuah kejadian ketika istri-istri Rasulullah SAW berkumpul dan meminta kenaikan uang belanja. Kisah itu banyak dikisahkan dalam riwayat yang shahih.
Sahabat Jabir bin Abdullah menceritakan, saat itu, banyak sahabat yang duduk duduk di depan rumah Rasulullah SAW. Namun, tak seorang pun yang diizinkan masuk.
Lalu, datanglah Abu Bakar ash-Shidiq ke rumah beliau.
“Abu Bakar diizinkan masuk,” kata Jabir.
Tak berselang lama, datang Umar bin Khaththab.
Selepas meminta izin, Umar pun diizinkan masuk.
Di dalam rumah Rasulullah SAW, Umar mendapati semua istri beliau tengah berkumpul.
Umar berkata, “Sungguh, aku akan mengatakan sesuatu yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah.” Sahabat yang dijuluki al-Faruq ini melanjutkan, “Wahai Rasulullah, jika bintu Kharijah meminta nafkah lebih kepadaku, niscaya aku akan berdiri dan memukul tengkuknya.”
Sang Nabi pun tertawa dan berkata, “Mereka (istri-istri Rasulullah) saat ini duduk di sekelilingku sebagaimana yang engkau lihat,” lanjut beliau, “mereka meminta nafkah lebih.”
Seketika itu juga, Abu Bakar ash-Shidiiq berdiri dan menghampiri ‘Aisyah (putrinya) lalu memukul tengkuknya.
Begitupun dengan Umar. Ia berdiri seraya mendatangi Hafshah dan memukul tengkuknya.
Keduanya berkata, “Apakah kalian meminta kepada Rasulullah SAW sesuatu yang tidak dimilikinya?”
Mereka pun menjawab, “Kami tidak meminta kepada Rasulullah SAW sesuatu yang tidak beliau miliki.”
Rasulullah SAW pun meninggalkan istri-istri beliau selama satu bulan. Ada yang menyebut tiga puluh hari, ada juga riwayat yang menyebutkan dua puluh sembilan hari.
Atas peristiwa itu, Allah Swt menurunkan surah al–Ahzab ayat 28 dan 29.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.”
Jabir bin Abdullah melanjutkan riwayatnya, “Lalu, Nabi mendatangi ‘Aisyah.”
Disebutkan, bahwa Nabi mengatakan kepada ‘Aisyah akan turunnya ayat ini. Beliau berpesan agar ia tidak tergesa-gesa dalam memberikan jawaban.
Nabi SAW lalu membacakan dua ayat di atas.
Selepas mendengarnya, ‘Aisyah berkata, “Apakah dalam memilih engkau aku harus meminta pedapat kepada kedua orangtuaku?” Ia lalu melanjutkan, “Aku memilih Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat.”
Selanjutnya, ia meminta agar Rasulullah Saw tidak memberitahukan jawaban tersebut kepada istri beliau yang lain. Nabi kemudian menyampaikan, “Tidaklah seorang pun dari mereka yang bertanya, melainkan aku akan memberikan jawabannya.”
Jabir menutup penuturannya sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dengan menyampaikan sabda Rasulullah, “Sesungguhnya Allah Swt tidak megutusku sebagai seorang yang menyusahkan ataupun menjerumuskan orang lain pada kesusahan,” pungkas beliau, “Allah Swt mengutusku sebagai pemberi pelajaran dan kemudahan.”
Permaslahan dalam keluarga Rasulullah SAW dapat diselesaikan dengan menyandarkanjalan keluarnya kepada ketetapan Allah. Demikian juga dengan keluarga muslim pada umumnya. []
sumber: Kisah Hikmah