KAIRO –Mesir, Sudan, dan Ethopia yang mengantungkan hidup pada sungai Nil kini tengah berebut mengenai cara pengaturan pasokan aliran sungai legendaris itu. Sungai terpanjang di dunia itu pun menjadi sengketa tiga negara.
Dilansir dari Alarabiya, juru bicara kementerian luar negeri Mesir menyebut Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry pekan depan akan mengunjungi ibu kota Ethopia, Addis Ababa, untuk melakukan pembicaraan dengan mitranya dari Ethiopia guna mengakhiri kebuntuan mengenai proyek bendungan multi-miliar dolar di sungai Nil yang kini dibangun Ethopia.
Kairo menegaskan adanya bendungan yang dibangun oleh Ethopia tersebut akan mengancam pasokan air yang telah memberi makan pertanian dan ekonomi Mesir selama ribuan tahun.
Ethiopia menolaknya. Bagi mereka adanya bendungan raksasa di sungai Nil yang diberi nama ‘Grand Renaissance Dam’, akan membuat negara itu sebagai negara pengekspor energi listrik terbesar Afrika. Selain itu Ethopia menyatakan bila bendungan ini tidak akan berpengaruh besar terhadap Mesir. Tak hanya itu mereka pun menuduh Kairo menggunakan ‘otot politiknya’ untuk mencegah pemodal agar yidak mendukung proyek Ethiopia tersebut.
Sumber perselisihan lainnya adalah adanya rencana Ethiopia untuk menyelesaikan konstruksi bendungan sungai Nil sebelum negosiasi mengenai arus air diselesaikan.
“Sudah jelas mereka tidak ingin meraih kesimpulan perundingan dengan cepat. Kami yakin mereka mungkin ingin mulai mengisi bendungan dengan air sungai Nil dan menyelesaikan konstruksi sementara masih ada beberapa diskusi yang sedang berlangsung, ” kata Mahmoud Abou Zeid, Ketua Dewan Air Arab dan mantan menteri irigasi Mesir.
Dia mengatakan pembangunan bendungan itu akan melanggar sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh ketiga negara di Khartoum pada tahun 2015. Isi perjanjian itu adalah untuk memastikan kerjasama diplomatik tentang pencegahan konflik sumber daya yang bersumber dari pasokan air sungai Nil.
Kairo selama ini memang khawatir bendungan berkapasitas 6.000 megawatt, yang dibangun oleh perusahaan konstruksi terbesar Italia, Salini Impregilo SpA di Ethopia itu akan mengurangi aliran sungai Nil yang menjadi tempat bergantung negara ini di dalam memenuhi pasokan air minum dan irigasi. Bahkan, seorang pejabat Mesir telah mengatakan bila pengamanan kuota air sungai Nil sudah menjadi masalah keamanan nasional.
“Tidak ada yang bisa menyentuh air Mesir … itu karena sudah berarti menyangkut hidup atau matinya untuk sebuah populasi umat manusia,” kata Presiden Abdel Fattah al-Sisi bulan lalu (November).
Tak hanya antara Mesir dan Ethopia, perselisihan mengenai kelangsungan pasokan air di Sungai Nil juga melibatkan Sudan.
November lalu, delegasi dari Mesir, Sudan dan Ethiopia bertemu di Kairo untuk menyelesaikan pasokan air sungai Nil yang melintasi negaranya. Mereka sepakat menunjuk sebuah perusahaan penelitian Prancis untuk menilai mengenai dampak lingkungan dan ekonomi akibat adanya bendungan itu.
Ketiga negara tersebut kini sibuk mengatur bagaimana mengendailkan keberlangsungan perairan sungai Nil yang membentang 6.695 km, yakni bermula dari Danau Victoria hingga mengalir sampai ke Laut Tengah. []