HIDUP berumah tangga tentu tidaklah selamanya berada di jalan yang tenang. Ada kalanya suami istri diguncangkan oleh suatu permasalahan yang menyebabkan kedekatan mereka menjadi renggang. Di sinilah keduanya diuji untuk saling memahami dan mengerti satu sama lain. Sebab, sikap asli dari keduanya akan terlihat ketika ditimpa suatu tantangan kehidupan.
Ada salah seorang suami, yang ketika terjadi masalah dengan istrinya ia selalu pergi ke masjid dan bermalam di sana. Sehingga, istrinya ia tinggalkan seorang diri di rumah. Jika itu sikap suami Anda, bagaimana?
Pertama: Masalah dan perselisihan dalam kehidupan berumah tangga adalah suatu hal yang wajar. Sebab, bagaimana pun kehidupan rumah tangga tidak mungkin sampai pada kondisi ideal.
Kedua: kelalaian adalah tabiat manusia. Semua suami pasti mempunyai kekurangan, begitu pula dengan istri. Allah telah menunjukkan hal itu dengan firman-Nya, “Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak,” (QS. An-Nisa: 19).
Nabi juga telah memberikan petunjuk kepada pasangan suami istri mengenai makna ini, “Janganlah seorang mukmin itu membenci seorang mukminah. Sebab, jika ia tidak menyukai suatu akhlak dari dirinya maka ia akan ridha dengan akhlak yang lain,” (HR. Muslim dari hadis Abu Hurairah).
Ketiga: Permasalahan seperti ini juga pernah diceritakan oleh Sahl bin Saad, bahwasanya Rasulullah SAW pernah datang ke rumah Fathimah. Namun, beliau tidak mendapati Ali. Beliau pun bersabda, “Di mana putra pamanmu?” Fathimah menjawab, “Telah terjadi sesuatu antara aku dan dia. Ia marah, lalu keluar dan tidak qoilulah (tidur siang) di sisiku.”
Kemudian Nabi SAW berkata kepada seseorang, “Coba cari, di mana dia?” orang tersebut datang seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ia sedang tidur di masjid.” Nabi pun datang, dan saat itu Ali sedang berbaring. Sementara kainnya telah terjatuh dari sisinya dan debu telah mengenai dirinya. Nabi SAW membersihkan debu tersebut dan bersabda, “Bangunlah wahai Abu Turab, bangunlah wahai Abu Turab,” (Muttafaq alaih).
Keempat: Membiasakan pasangan suami istri dalam suasana dialog adalah lebih utama. Akan tetapi, metode ini terkadang kurang tepat juga. Ketika suami marah atau istri menolak dengan keras, saat itu metode dialog tidak tepat. Bahkan, bisa jadi menyebabkan keadaan semakin memburuk.
Kelima: bukalah pintu dialog bersamanya di waktu-waktu yang tenang dan jauh dari suasana perselisihan. Mudah-mudahan pada saat santai itu bisa tercapai sikap saling memahami. Bagaimana pun, kita harus menerima adanya perselisihan dan tidak selalu berharap suasana ideal.
Keenam: Tidak selayaknya melibatkan orang lain dalam sebuah permasalahan.
Ketujuh: Diusahakan jangan meminta cerai. Suami Anda adalah orang yang shaleh, buktinya ia tidak pergi ke tempat-tempat yang tidak seharusnya didatangi ketika ia sedang tertimpa masalah, melainkan ia pergi ke rumah Allah untuk mengadu dan mendekatkan diri kepada-Nya. Jika Anda memilih bercerai karena merasa tidak dipedulikan, terutama saat terjadi masalah, bisa jadi penggantinya kelak lebih buruk dari dia. Wallahu ‘alam. []
Sumber: 150 Problem Rumah Tangga yang Sering Terjadi/Karya: Nabil Mahmud/Penerbit: Aqwam