Oleh : Fitri Wardani
fitri wardani <wardanifitri1812@gmail.com
BANYAK sejarawan yang mengkaji sejarah, sastra dan Islam di kawasan Asia Tenggara tidak dapat mengenyampingkan salah satu tokoh sufi sekaligus penyair terkenal yang berasal dari Aceh, yaitu Hamzah Fansuri.
Beliau adalah sosok sufi dan penyair Melayu yang sangat berpengaruh pada masanya dan bahkan sampai beberapa abad setelahnya. Beliau juga merupakan sosok ulama dan birokrat yang kritis terhadap penguasa. Namun, sejarah kehidupan tokoh ini masih diliputi oleh misteri. Sumber-sumber tempatan (traditional sources) abad ke-17 M., seperti Hikayat Aceh, Adat Aceh, dan Bustan al-Salatin, tidak sedikitpun menyinggung secara eksplisit mengenai tokoh ini. Demikian juga haknya dengan berbagai sumber luar, terutama karya-karya Eropa.
Meskipun biografi mengenai kehidupan Hamzah Fansuri sering tidak ditemukan, namun banyak para sejarawan yang tidak lupa membahas Hamzah Fansuri mengenai kesufian dan syair-syair yang dikarang olehnya. Serta ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri. Selama Islam terus berkembang di Nusantara, Hamzah Fansuri mampu mengajarkan tasawuf etika, estetika, dan metafisika. Ajaran Hamzah Fansuri tidak jauh dari tasawuf yang dikenal di Persia yaitu wujudiyah, karena memang tasawufnya berkembang dari Persia, ajaran wujudiyah yang diajarkan Hamzah Fansuri lebih mudah diterima, terutama di Aceh, tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah pada akhir Abad 16 M (1588-1604).
Pengalaman kesufian yang diperoleh dari pengembaraan ke berbagai negeri, dan daerah di Nusantara memungkinkan Hamzah Fansuri menuangkan pengetahuan dan pengalamannya dalam banyak karangan. Karangan Hamzah Fansuri tersebut terbagi dalam dua bentuk, yakni karya yang berbentuk prosa dan karya yang berbentuk syair.
Selain dikenal sebagai tokoh sufi dan penyair yang terkemuka, Hamzah Fansuri juga dianggap sebagai seorang yang ahli dalam beberapa bidang lainnya, yaitu dalam bidang kerohanian, keilmuan, filsafat, bahasa, dan sastra. Karya-karyanya banyak dibaca oleh masyarakat. Beliau juga berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu dalam syair-syairnya.
Beliau menjadi seorang tokoh yang multitalenta. Tidak hanya mampu dalam bidang tertentu saja, namun mampu dan ahli dalam berbagai bidang. Itulah mengapa para sejarawan banyak membahas mengenai keahlian Hamzah Fansuri. []
Daftar Pustaka
Akbar, m. y. (2006). kerajaan-kerajaan islam di nusantara. sebelasipaduatld.files.wordpress.com.
Fauzi, I. (2009). Ajaran Tasawuf. Jakarta: FIB UI
Hadi, A. (2010). ACEH Sejarah, Budaya, Dan Tradisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ni’am, S. (2017). Hamzah Fansuri: Pelopor Tasawuf Wujudiyah dan Pengaruhnya Hingga Kini di Nusantara dalam Jurnal Episteme, Vol. 12, No. 1 Juni 2017.
Triyandani, E. (2017). “Ajaran Wujudiyah Hamzah Fansuri”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.