Oleh: Nadyya Rahma Azhari
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
azharinadyya26@gmail.com
BERBAGAI agama yang masuk ke ranah Minang tentunya memberikan pengaruh dalam aspek pakaian. Agama Hindu yang masuk terlebih dahulu masuk sebelum Islam tentu saja memberikan pengaruh dalam cara berpakaian masyarakat Minang. Seperti pakaian yang dipakai sesuai tingkatan kasta.
Namun, agama Islam sebagai titik sorot penting dalam pembahasan ini memberikan istilah baru dalam perkembangan pakaian perempuan Minang. Istilah baju kuruang sebagai baju yang longgar dan tidak membentuk tubuh pun hadir sebagai solusi berpakaian perempuan Minang yang sesuai dengan syarak.
Baju kuruang merupakan baju longgar yang tidak membentuk tubuh, panjangnya sampai lutut dengan bawahan kodek atau kain panjang. Baju ini kadang dipasangkan dengan selendang atau lilik sesuai dengan tingkat pemahaman agama perempuan tersebut. Selendang akan digunakan oleh perempuan secara umum, namun lilik lazimnya digunakan oleh perempuan Minang yang menempuh jalur pendidikan madrasah atau pesantren. Terkadang baju kuruang juga dipasangakan dengan kain panjang di atas kepala yang berbentuk seperti tanduk yang diberi nama tingkuluak tanduak. (Lukman, 2014)
Membahas baju kuruang tentunya tidak akan lengkap jika tidak membahas tokoh perempuan yang berkiprah di dalamnya. Adalah Rahmah El-Yunisiah dan Rasuna Said pendiri Diniyah Puteri Padang Panjang. Keduanya merupakan tokoh Muslimah Minang yang memberikan pengaruh keagamaan cukup besar dalam pendidikan Islam pada masa awal abad ke-20.
Secara garis besar pakaian Rahmah dan Rasuna Said berupa baju kuruang dengan kodek sebagai bawahan dan lilik sebagai tutup kepala. Cara berpakaian ini kemudian diturunkan kepada murid-muridnya. Secara umum, cara berpakain ini masih bertahan sampai saat ini di beberapa madrasah dan pesantren di Sumatera Barat. (Lukman, 2014)
Selain memandang kepada tokoh perempuan Minang, kita juga dapat merujuk kepada novel ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk’ yang dikarang oleh Hamka. Dalam novel tersebut Hamka menjelaskan dengan gamblang sosok perempuan minang yang mengenakan baju kuruang sebagai pakaian perempuan. Tokoh Hayati digambarkan sebagai perempuan Minang yang mengenakan baju kuruang dan selendang sebagai penutup kepala. (Hamka, 1999)
Dari data-data yang dijelaskan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa baju kuruang merupakan pakaian yang sesuai dengan ajaran Islam dan merupakan bentuk Islamisasi di Minangkabau. Baju kuruang yang longgar sesuai dengan penjelasan terjemahan alqur’an oleh Kementerian Agama Republik indonesia yang menerjemahkan ayat ke-59 dalam surat al-Ahzab yaitu “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya…” yaitu pakaian lapang sejenis baju kurung yang dapat menutup kepala, wajah, dan dada. []
Referensi:
Al-qur’an, Y. P. (2010). Al-quran dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.
Hamka. (1999). Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Jakarta: Bulan Bintang.
Lukman, F. (2014). Sejarah Sosial Pakaian Penutup Kepala Muslimah di Sumatera Barat. Pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga , 1-12.
Penghulu, H. I. (1994). Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Penghulu, H. I. (1994). Rangkaian Mustika Adat Basandi syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.