KETIKA musim hujan, genangan air di jalanan sudah tak mungkin bisa dihindari. Entah itu jalan di rumah atau lingkungan sekitar, air genangan hujan biasa meninggalkan percikan ke badan atau pakaian yang dikenakan.
Apalagi ketika air selokan dan berbagai jenis saluran air meluap akibat tak mampu membendung air hujan, maka bercampurlah antara air hujan yang suci dengan air comberan yang kotor dan tak jelas asal-usulnya. Tidak mungkin kita mampu memisahkan kedua air yang berbeda sifat tersebut.
Najis bisa saja menyebar bersama air hujan kemana-mana dan menempel di badan atau pakaian. Lantas, bagaimana kita bersikap? mengingat kesucian badan dan pakaian adalah syarat mutlak dalam shalat. Dalam sebuah hadits disebutkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, sesungguhnya Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: ”Sesungguhnya Allah telah memaafkan kesalahan-kesalahan umatku yang tidak disengaja, karena lupa dan yang dipaksa melakukannya.” (HR. Ibnu Majah no. 2405 dan Baihaqi dalam As-Sunan no. 7/356).
Perlu diketahui bahwa ada beberapa najis yang dimaafkan, karena sulit dihilangkan ataupun dihindari. Sebagaimana yang disebutkan dalam Kitab al-Wajiz (Syarhul Kabir) karya ulama besar Imam Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali berkata: “Pakaian yang terkena percikan lumpur maupun air di jalan karena sulitnya menghindarkan diri darinya, maka hal ini dimaafkan.”
Kemudian jika percikan air maupun lumpur tersebut diyakini mengandung najis, misalnya genangan air tersebut adalah luapan dari got ataupun comberan yang najis, maka hal ini juga dimaafkan jika memang percikan tersebut sedikit. Seperti pendapat Imam Ar-Rafi’i dalam kitabnya al-Aziz Syarhul Wajiz.
“Jika diyakini jalan tersebut ada najisnya, maka hukumnya dimaafkan jika percikan tersebut hanya sedikit, namun jika percikan tersebut banyak maka tidak dimaafkan, sebagaimana hukumnya najis-najis yang lain.”
Alasan kenapa najis yang sedikit diatas dimaafkan, karena akan memberatkan jika harus diperintahkan untuk segera mencuci pakaian yang terkena percikan tersebut. Padahal ia hanya membawa satu pakaian dan juga ia harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan Allah tidak pernah memberatkan hamba-Nya untuk beribadah. []