JAKARTA—Kisruh antara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Koordinator Bidang kemaritiman Luhut Panjaitan soal keputusan penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah maritim Indonesia mendapat respon dari berbagai pihak termasuk Presiden RI Joko Widodo dan wakil Presiden RI Jusuf Kalla serta beberapa pihak terkait lainnya.
Awalnya, Luhut menyampaikan kritikannya terhadap kebijakan Susi yang dinilai kontroversial. Dalam kurun waktu tiga tahun menjabat sebagai menteri kelautan, sudah ada 363 kapal asing yang ditenggelamkan atas perintah Susi. Jumlah tersebut hanya sebagian dari total ribuan kapal yang berhasil diamankan oleh pemerintah Indonesia.
“Mau diapakan itu kapal? Masa mau dibiarkan jadi rusak? Padahal nelayan kita banyak. Nelayan kita ini sekarang banyak yang di darat. Saya bilang kenapa tidak kapal itu diberikan melalui proses yang benar kepada koperasi-koperasi nelayan kita sehingga mereka melaut,” kata Menko Luhut di kantornya, seperti dikutip dari BBC, Selasa (09/01)
Luhut pun menegaskan usulannya terkait program kerja Susi tersebut.
“Nah presiden memerintahkan untuk fokus pada tugas kita masing-masing. Apa itu? Peningkatan ekspor misalnya di KKP.”
Menanggapi pernyataan Luhut yang menyebut soal ekspor di Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja mengemukakan sebuah penjelasan tentang karakter kapal asing dan kondisi nelayan di Indonesia.
Menurutnya, karakter kapal asing dengan kapal yang biasa digunakan oleh nelayan Indonesia itu berbeda. Sehingga, memberikan kapal asing kepada nelayan bukan solusi yang tepat.
“Kapal itu karakternya berbeda antara kapal-kapal. Nelayan kita tumbuh dari kehidupan tradisional, dia berangkat dari nenek moyang pelaut, dan dia dari lahir sudah mengenai bentuk kapal seperti itu, kalau anda beri kapal lain dan enggak cocok sama bayangan dia di masa kecil dia enggak mau make,” ujarnya di gedung Mina Bahari IV, Jakarta, seperti dikutip dari Sindo, Kamis (11/1/2018).
Sjarief menyebutkan, kapal nelayan Indonesia tidak hanya sekadar kapal untuk alat menangkap ikan. Lebih dari itu, kapal-kapal itu mengusung identitas daerah masing-masing yang melambangkan kekayaan budaya Indonesia.
“Jadi nelayan kita sangat spesifik. Nelayan Madura kapalnya beda dengan kapal di Bagan Si Api-Api, Maluku jadi beda semua. Jadi kalau anda memaksakan kapal itu masuk itu perlu waktu untuk mentranformasi itu,” ujarnya.
Di samping itu, ukuran kapal asing juga menjadi pertimbangan tersendiri. Pasalnya, kebanyakan kapal asing yang ditangkap bukan kapal kecil, tapi kapal besar, dengan ukuran rata-rata 60GT,80GT,100GT, bahkan ada yang 300 GT. Padahal nelayan kecil Indonesia biasanya menggunakan kapal 3GT. Sehingga untuk operasional kapal sebesar itu memerlukan modal yang tidak sedikit dan mungkin akan memberatkan nelayan.
“Mengoperasikan kapal sebesar itu bukan nelayan. Jadi itu harus korporasi yang memiliki kekuatan modal. Jadi kalau nelayan kasih itu, meskipun dari koperasi kumpul itu enggak bisa, karena model pengelolaan beda,” tandas dia.
Terkait hal ini, Susi sendiri sudah memberikan pernyataan untuk tidak lagi membahas persoalan tersebut. []