Oleh: Tasaro GK
(Penulis Novel)
Ada yang berkomentar, “Kok, Tasaro tidak tersinggung agamanya dihina?”
Saya menjawabnya begini;
Setiap hari agama kita dihina. Tidak lewat kata-kata saja. Lewat sistem riba, praktik korupsi, kebiasaan buang sampah sembarangan, pengabaian fakir miskin, pendewaan materi, hijab yang dihinakan oleh tindakan, guru yang tidak melaksanakan apa yang disampaikan.
Bagi saya, itu penghinaan yang pula tak boleh diabaikan.
Setersinggung apa saya? Sudah melakukan apakah saya?
Apakah ketersinggungan saya sebagai seorang Muslim hanya layak diarahkan kepada non Muslim yang sejatinya mereka adalah orang-orang tidak tahu?
Tidak tahu mengapa saya begitu mencintai agama ini. Tidak tahu mengapa saya meyakini Al Qur’an adalah jawaban setiap persoalan. Tidak tahu betapa keteladanan Sang Nabi telah paripurna. Tidak tahu begitu banyak nilai-nilai Islam disalahartikan.
Jika bentuk ketersinggungan mesti seragam, lalu reaksi saya pun mesti sama: mencaci-maki, merundung, lalu seberapa produktif ketersinggungan itu?
Khusus untuk saya, ketersinggungan itu saya alihkan energinya untuk menulis buku Muhammad saw., Kinanthi, Sembilu, Patah Hati, di Tanah Suci, Samita, Citra Rashmi, bahkan novel fantasi Nibiru.
Semua berisi ketersingungan saya karena Islam disalahpahami oleh dunia.
Seandainya saya balik menghina, merundung, apalagi menghasut tindak kekerasan, lalu apa yang hendak saya sampaikan sebagai pesan Islam?
Bisakah saya membentangkan spanduk “Islam cinta damai”, “Islam rahmat bagi seluruh alam” sembari menggeruduk kelompok lain, mendoakan keburukan bagi mereka, dan sebagainya, pada waktu yang sama orang akan percaya kepada apa yang saya cetak pada spanduk saya?
Jika saya perlakukan mereka yang menyalahpahami Islam sebagai pendengar dakwah maka harapan saya ketersinggungan itu akan menjadi energi yang kreatif.
Soal hasil dakwah, hanya Allah yang punya hak mutlak menurunkan hidayah.
Sedih sekali melihat umat kita yang dibentur-benturkan, diseragam-seragamkan, dibuat sewarna dalam berpikir, bereaksi, mencintai atau membenci.
Sehingga ketika Anda punya pendekatan yang berbeda, keimanan Anda dianalisis, keislaman Anda digunjingkan.
Alamat terburuk Anda bisa dikelompokkan sebagai kaum munafik bahkan kafir terhadap agama yang Anda rela mati demi membelanya.
Tapi saya percaya tetap harus ada yang melakukannya. Biarlah kelak Allah memberitahu kita, cara mana pun, semoga Allah menitikkan ridho padanya. []