TENGGELAM dalam maksiat memang membuat pelakunya sulit menerawang suatu hal yang suci. Dan apa yang terjadi pada jiwa tukang maksiat itu? Maksiat itu seseorang yang jauh dari Allah bahkan melakukan perintah-Nya pun begitu hal yang tidak penting bagi dirinya begitulah jiwa-jiwa yang kotor dan hati yang semakin menebalkan debu di dadanya.
Ada suatu kisah Rasul dengan para sahabatnya. “Wahai sahabatku,” Rasulullah SAW. Memulai kisahnya, “Suatu hari seorang lelaki melewati gurun. Ia menaiki seekor unta yang membawa bekal makanan dan minumannya.
“Setelah merasa cukup jauh, ia pun mencari pohon, kemudian beristirahat dibawahnya. Tidak terasa, ia pun tertidur. Ketika bangun, untanya tidak ada di tempat. Dengan was-was ia pun mencari kendaraannya itu. Namun, setelah sekian lama mencari, untanya tak ditemukan.”
Beliau melanjutkan ceritanya, “Lelaki itu putus asa. Ia berkata, aku akan kembali ke tempat tadi dan menunggu sampai mati. Tak berapa lama sampailah ia ke tempat istirahatnya yang tadi. Sesampainya disana, ia tertidur lagi. Saat bangun kembali ternyata sang unta telah berdiri di hadapannya.”
“Menurut kalian apa yang dirasakan oleh orang itu?” tanya Rasul di akhir cerita.
“Sangat gembira wahai Rasulullah,” jawab para sahabat.
“Ya, kalian benar. Saking bahagianya ia berkata, ‘Engkau hambaku dan akulah Tuhanmu’,” timpal Rasulullah.
“Tahukah kalian? Allah sangat gembira ketika seseorang bertobat kepada-Nya, melebihi kegembiraan orang itu,” lanjut Rasulullah .
“Perumpamaan ini menggambarkan betapa ‘Senangnya’ Allah menerima tobat seorang hamba. Dia bentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima tobatnya orang yang berbuat dosa pada malam hari. Dia pun bentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima tobatnya orang yang berbuat dosa pada siang hari. Dialah Allah, Dzat Yang Maha menerima tobat.” []
Sumber: Tiga Menguak Takdir Sukses, Mutiara Pengalaman Yusuf Mansur, Jeffry al-Buchori, dan Ahmad al-Habsyi/ Bandung : Madani Prima : Didistribusikan oleh Multi Trust Creative Service, 2008.