KOTORAN atau najis bisa jadi penghalang dalam dalam ibadah. Karena itu, seorang Musim diperintahkan untuk selalu menjaga kebersihan dan berhati-hati dengan najis. Sebagai contoh, tidak sah shalat seseorang jika tidak berwudhu terlebih dahulu untuk membersihkan hadats kecil yang mungkin menempel di tubuhnya.
Untuk itu penting bagi kita untuk mengetahui benda-benda apa saja yang termasuk najis sehingga kita terhindar dari kesia-siaan dalam ibadah. Berikut adalah tujuh benda yang termasuk najis seperti dikutip dari buku Fiqh Islam Karya H. Sulaiman Rasjid:
1. Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang laut—seperti ikan—dan bangkai binatang darat yang tiidak berdarah saat masih hidup—seperti belalang—serta mayat manusia, semuanya suci. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,” (QS. Al Maidah: 3)
BACA JUGA: Panduan Bersuci bagi Muslimah: Inilah 5 Cara Membersihkan Najis
2. Darah
Segala macam darah itu najis kecuali yang dua, yakni hati dan limpa. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya): “Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, ikan dan belalang, hati dan limpa,” (HR Ibnu Majah).
Dikecualikan juga darah yang tertinggal dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan.
3.Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair karena nanah merupakan darah yang sudah busuk.
4. Segala benda yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa (seperti tinja, air kencing) ataupun yang tidak biasa seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan maupun yang haram dimakan.
5. Arak, setiap minuman keras yang memabukkan
6. Anjing dan babi
Semua hewan suci kecuali anjing dan babi. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya): “Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah,” (HR Muslim).
7. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
Hukum bagian-bagian tubuh binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong juga najis seperti babi atau kambing. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci. Allah SWT berfirman: “Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga.” (QS An Nahl: 80)
Mengutip Hadza Islam, Najis atau Najasah dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1. Najasah Mughollazoh
Yaitu Najasah yang berat. Yakni Najasah yang timbul dari Najis Anjing dan Babi.
Babi adalah binatang najis berdasarkan al-Qur`an dan Ijma’ para sahabat Nabi (Ijma’ush Shahabat) (Prof Ali Raghib, Ahkamush Shalat, hal. 33).
Dalil najisnya babi adalah firman Allah SWT [artinya] : “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor (rijsun,” (QS Al-An’aam [6] : 145).
Adapun tentang najisnya Anjing, dapat dilihat dari salah satu hadits, Rasulullah SAW Bersabda : “Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu dari pada kamu sekalian, maka hendaknya kamu menuangkan bejana itu (Mengosongkan isinya) kemudian membasuhnya tujuh kali,” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim Al Fiqhu Alal Madzhahibilj Juz I Hal.16).
Jika binatang itu termasuk jenis yang najjis (babi dan juga anjing), maka semua bagian tubuhnya adalah najjis, tidak peduli apakah dalam keadaan hidup atau mati. (Abdurrahman Al-Baghdadi, Babi Halal Babi Haram, hal. 47). Imam al-Kasani dalam kitabnya Bada’i’ush Shana’i` fii Tartib asy-Syara’i’ (I/74) mengatakan bahwa babi adalah najjis pada zatnya dan babi tidak dapat menjadi suci jika disamak.
Cara mensucikannya ialah harus terlebih dahulu dihilangkan wujud benda Najasah tersebut. Kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai 7 kali dan permulaan atau penghabisannya di antara pencucian itu wajib dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah (disamak). Cara ini berdasarkan Sabda Rasul :
“Sucinya tempat (perkakas) mu apabila telah dijilat oleh Anjing, adalah dengan mencucikan tujuh kali. Permulaan atau penghabisan diantara pencucian itu (harus) dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah”. (H.R. At-Tumudzy)
BACA JUGA: Begini Cara Mencuci Pakaian yang Terkena Najis dengan Benar
2. Najasah Mukhofafah
Ialah najjis yang ringan, seperti air kencing anak laki-laki yang usianya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa, selain ASI.
Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda yang terkena Najasah tersebut sampai bersih betul. Kita perhatikan Hadits di bawah ini:
“Barangsiapa yang terkena Air kencing Anak Wanita, harus dicuci. Dan jika terkena Air kencing Anak Laki-laki. Cukuplah dengan memercikkan Air pada nya”. (H.R. Abu Daud dan An-Nasa’i)
Tapi tidak untuk kencing anak perempuan, karena status kenajisannya sama dengan Najjis Mutawassithah
3. Najasah Mutawassithah
Ialah Najjis yang sedang, yaitu kotoran Manusia atau Hewan, seperti Air kencing, Nanah, Darah, Bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan sebagainya (selain dari bangkai Ikan, Belalang, dan Mayat Manusia). Dan selain dari Najjis yang lain selain yang tersebut dalam Najjis ringan dan berat.
Najasah Mutawassithah itu terbagi Dua:
a. Najjis ‘Ainiah, yaitu Najjis yang bendanya berwujud.
Cara mensucikannya. Pertama menghilangkan zat nya terlebih dahulu. Sehingga hilang rasanya. Hilang baunya. Dan Hilang warnanya. Kemudian baru menyiramnya dengan Air sampai bersih betul.
b. Najjis Hukmiah, yaitu Najjis yang bendanya tidak berwujud : seperti bekas kencing. Bekas Arak yang sudah kering. Cara mensucikannya ialah cukup dengan mengalirkan air pada bekas Najjis tersebut.
Najjis yang dapat dimaafkan, antara lain:
1. Bangkai Hewan yang darahnya tidak mengalir. Seperti nyamuk, kutu busuk. dan sebangsanya.
2. Najjis yang sedikit sekali.
3. Nanah. Darah dari Kudis atau Bisul kita sendiri.
4. Debu yang terbang membawa serta Najjis dan lain-lain yang sukar dihindarkan. Wallahu a’lam. []