PERNIKAHAN adalah ikatan yang dibangun atas dasar cinta, kepercayaan, dan komunikasi. Namun, dalam dinamika rumah tangga, tak jarang muncul gesekan—salah satunya berupa kebiasaan istri yang sering memarahi suami. Meski dalam beberapa budaya hal ini dianggap lumrah atau bahkan menjadi bahan candaan, jika terjadi terus-menerus dan tanpa kendali, kebiasaan ini bisa menimbulkan dampak psikologis dan emosional yang signifikan terhadap suami maupun kestabilan rumah tangga.
1. Menurunnya Rasa Percaya Diri Suami
Suami yang terus-menerus dimarahi atau dikritik secara verbal dapat mengalami penurunan kepercayaan diri. Ia merasa tidak dihargai, bahkan merasa gagal sebagai kepala rumah tangga. Ketika istri lebih sering menunjukkan emosi negatif daripada apresiasi, lambat laun hal ini bisa melukai harga dirinya. Suami mulai mempertanyakan kemampuannya, bahkan meragukan cintanya sendiri terhadap pasangan.
BACA JUGA: Istri Durhaka pada Suami, yang Seperti Apa?
2. Terjadinya Komunikasi yang Tidak Sehat
Kritik atau kemarahan yang berlebihan membuat komunikasi menjadi satu arah. Suami lebih banyak diam, menahan perasaan, atau menghindari konflik dengan cara menarik diri. Akibatnya, komunikasi menjadi tidak terbuka dan penuh ketegangan. Lama-kelamaan, pasangan lebih sering menyembunyikan perasaan satu sama lain, hingga akhirnya tidak lagi merasa nyaman untuk berbicara dari hati ke hati.
3. Timbulnya Gangguan Emosional dan Stres
Menurut psikolog klinis, pertengkaran atau kemarahan yang terjadi terus-menerus dalam hubungan rumah tangga bisa menyebabkan stres kronis. Suami yang merasa “tidak pernah benar” atau selalu disalahkan bisa mengalami kecemasan, depresi ringan, hingga gangguan tidur. Beban pikiran yang menumpuk tak hanya berdampak pada kesehatan mental, tapi juga fisik.
4. Mengurangi Kualitas Hubungan Suami-Istri
Cinta dan kasih sayang membutuhkan perawatan emosional. Ketika istri lebih sering memarahi daripada menyemangati, hubungan bisa kehilangan rasa hangat dan kedekatan emosional. Suami bisa mulai merasa jauh, tidak dicintai, dan akhirnya membangun dinding emosional. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan pernikahan menjadi hambar dan kering secara batin.
5. Menumbuhkan Perasaan Dendam atau Keinginan Melawan
Tidak semua suami memilih diam saat dimarahi. Ada yang kemudian melawan, bahkan membalas dengan sikap yang sama atau lebih buruk. Hal ini bisa memicu siklus konflik yang berulang. Rasa sayang tergantikan oleh ego dan kemarahan. Jika tidak dihentikan, rumah tangga bisa menjadi ladang pertengkaran tanpa ujung.
6. Anak Menjadi Korban Tak Langsung
Jika ada anak dalam rumah tangga, mereka bisa menjadi saksi atau bahkan korban emosi orang tua. Melihat ayah terus-menerus dimarahi bisa menanamkan konsep relasi yang tidak sehat dalam pikiran anak. Anak bisa tumbuh dengan persepsi bahwa marah adalah cara normal dalam membangun hubungan. Anak juga bisa merasa tidak aman, cemas, dan stres akibat suasana rumah yang tidak harmonis.
7. Memicu Keinginan untuk Menghindar dari Rumah
Dalam beberapa kasus, suami yang terus-menerus merasa ditekan di rumah akan mencari pelarian. Bisa dalam bentuk pekerjaan yang berlebihan, nongkrong di luar rumah, hingga (dalam kasus ekstrem) berselingkuh secara emosional atau fisik. Tujuannya bukan semata-mata untuk berkhianat, tapi untuk mencari rasa dihargai dan dihormati yang tidak ia dapatkan di rumah.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Evaluasi Pola Komunikasi
Istri perlu mengevaluasi cara berkomunikasi. Apakah marah adalah satu-satunya jalan untuk menyampaikan ketidaknyamanan? Banyak hal bisa disampaikan dengan cara yang lebih lembut dan tetap tegas, tanpa harus menyakiti pasangan.
Tingkatkan Empati
Cobalah melihat dari sudut pandang pasangan. Mungkin ada kelelahan, tekanan kerja, atau luka lama yang belum selesai. Memberikan empati bisa mencairkan situasi lebih cepat daripada kemarahan.
Bicara dari Hati ke Hati
Ambil waktu khusus untuk bicara secara tenang, tanpa emosi yang meledak-ledak. Utarakan apa yang dirasakan, bukan dengan menyalahkan, tapi dengan mengajak untuk saling memahami.
BACA JUGA: Ciri-ciri Istri yang Suka Bingung Sendiri
Bantuan Profesional
Jika pola pertengkaran sudah terjadi dalam jangka waktu lama dan tak kunjung selesai, jangan ragu untuk meminta bantuan konselor pernikahan atau psikolog. Kadang, pihak ketiga yang netral bisa membantu melihat akar masalah dan menemukan jalan keluar bersama.
Pernikahan bukan hanya tentang siapa yang benar atau salah, tetapi tentang bagaimana dua hati saling menghargai, memahami, dan mendukung. Kemarahan sesekali mungkin wajar, tapi jika menjadi kebiasaan, bisa menjadi racun dalam rumah tangga. Istri yang sadar akan kekuatan kata-katanya, akan lebih memilih menjadi penyemangat, bukan penghancur semangat.
Dalam hubungan, cinta bisa tetap tumbuh, asal dijaga dengan kasih, bukan kemarahan. []