Oleh: Arief Siddiq Razaan
1. PUNCAK dari kemarahan seorang perempuan ialah diam, sebab ia sudah merasa suaranya tidak lagi didengar sehingga lebih baik bungkam dan melakukan pembiaran
2. Lebih menyakitkan didiamkan oleh perempuan yang kita cintai daripada dicereweti, sebab saat perempuan masih cerewet itu petanda masih peduli untuk menjadikan kita lebih baik lagi dalam membijaksanakan penghidupan.
3. Perempuan tidak mungkin cerewet jika kita mampu mencukupi kebutuhan lahir-batinnya, jadi serupa rambu-rambu lalu lintas, saat perempuan cerewet maka itu sudah lampu kuning agar kita segera berlalu dari jebakan lampu merah kemalasan, menuju lampu hijau ‘tuk menjalani kesuksesan
4. Jangan menafsirkan keluhan perempuan sebagai kesialan, justru itu anugerah terbaik yang diberikan Allah sebagai upaya penyadaran hakikatnya lelaki itu imam rumah tangga yang mestinya setingkat lebih tinggi dalam hal kemantapan pola pikir dan kesabaran
5. Berbahagialah sebab perempuan di sampingmu masih menyediakan suaranya untuk menegurmu ketika ada kekurangan, bukankah itu juga yang dirimu inginkan saat memilihnya menjadi pendamping hidupmu yakni saling menyempurnakan
6. Percayalah, perempuan itu menginginkan lelakinya terus berkembang dalam segala hal, sebab ia tak mau melampaui imam rumah tangganya sehingga saat melihat ada kekurangan dalam diri seorang lelaki, perempuan itu merasa perlu untuk mengambil kebijakan dalam mengingatkan sebelum lelakinya mengalami kegagalan
7. Dari itu kepada kaum lelaki, mari berpikir dewasa bahwa bukan hanya kita yang bertanggungjawab untuk mengarahkan perempuan menjadi lebih baik, tetapi juga perempuan juga memiliki hak untuk menyemangati dengan caranya sendiri dan tak jarang melalui kecerewetan, sehingga lelaki merasa tertampar harga dirinya untuk kemudian lebih fokus menata masa depan. []
21 Juli 2015