SETELAH matinya Dajjal, manusia kemudian hidup dengan damai selama 7 tahun. Tidak ada permusuhan di antara mereka. Sampai akhirnya Allah mengutus angin yang sejuk dari arah Syam. Maka setiap orang yang di dalam hatinya memiliki kebaikan dan iman walaupun seberat biji sawi, akan dicabut nyawanya.
Sampai-sampai seandainya seseorang masuk ke tengah gunung niscaya angin itu akan mengejar dan mencabut nyawanya.
Maka tinggallah orang-orang yang jahat di muka bumi. Mereka hidup seperti burung (berlomba dalam kejahatan) dan berjiwa seperti binatang buas yang saling bermusuhan dan mendholimi.
BACA JUGA: Ingin Terhindar dari Fitnah Dajjal, Ini Doanya
Mereka tidak mengenal kebaikan dan tidak menolak syaithon di tengah-tengah mereka, ia berkata, “Tidakkah kalian menyambutku?” Mereka bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?”
Maka syaithon memerintahkan mereka agar menyembah berhala. Padahal ketika itu mereka mendapat rizki yang terus mengalir dan kehidupan mereka makmur sekali. Kemudian ditiuplah sangkakala tanda hari kiamat telah datang. Tidak seorangpun mendengarnya melainkan mengalihkan perhatian dan mengangkat kepala.
Orang yang pertama kali mendengarnya adalah orang yang sedang memperbaiki telaga untanya. Maka orang itu kemudian mati. Selanjutnya mati pula seluruh manusia. Kemudian Allah menurunkan hujan gerimis. Maka tumbuhlah jasad-jasad manusia karenanya (kembali ke asal penciptaannya). Kemudian ditiuplah sangkakala untuk kedua kalinya. Saat itu bangkitlah manusia untuk menunggu (keputusan Allah).
Kemudian dikatakan “Wahai sekalian manusia marilah menghadap Rabb kalian. Tegakkan mereka karena mereka kan ditanya oleh Allah.”
BACA JUGA: Kemunculan Dajjal di Hari Kiamat Kelak
Kemudian dikatakan, “Keluarkanlah bagian untuk menjadi penghuni neraka.”
Terdengar jawaban “Berapa?”
“Dari setiap seribu orang sembilan ratus sembilan puluh sembilan untuk jadi bagian penghuni neraka”
Maka itulah hari kiamat yang membuat anak kecil segera beruban (putih rambutnya), dan pada hari itu terbukalah segala kedahsyatan. []
Sumber : Hadist Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, riwayat Muslim dalam Riyadhus Sholihin No.1810