APABILA seorang muslimah telah usai melaksanakan shalat, kemudian ada orang lain yang mengatakan kepadanya, “Arah kiblat Anda salah dan yang benar adalah begini.” Kemudian ia mempercayai perkataan orang tesebut, maka ia harus mengulangi shalatnya.
Jika seorang wanita tidak mengetahui arah kiblat, maka ia harus berijtihad untuk mengetahuinya. Dengan berdasar pada ijtihadnya itu, maka shalatnya dianggap benar. Akan tetapi, apabila diketahui bahwa arah kiblat dari shalat yang telah dikerjakannya salah, lalu ia meyakini kesalahannya tersebut, maka ia harus mengulangi shalatnya.
Hendaknya wanita muslimah tidak mengikuti pemberitahuan yang diberikan oleh wanita musyrik mengenai arah kiblat. Karena, pemberitahuan, riwayat dan kesaksian seorang kafir tidak dapat diterima. Selain wanita musyrikah, pemberitahuan dari wanita fasik juga tidak dapat diterima, karena minimnya pengetahuan agama yang mereka miliki. Selain itu, kesaksian dan riwayatnya pun tidak dapat diterima. Demikian juga halnya dengan pemberitahuan dari anak kecil baik laki-laki maupun perempuan.
Jika muslimah tidak mengenal pribadi yang memberitahu, juga meragukan akan keislaman dan kekufurannya, maka pemberitahuan orang tersebut tidak dapat diterima. Demikian juga apabila tidak diketahui keadilan dan kefasikannya, sebelum ia memberitahukan arah kiblat, di mana keadaan seorang Muslimah didasarkan pada keadilannya selama tidak diketahui yang sebaliknya. Jadi, singkatnya, semua pemberitahuan dari kaum Muslimin yang sudah baligh dan berakal sehat, baik laki-laki maupun wanita dapat diterima. []
SUMBER : FIQIH WANITA EDISI LENGKAP | SYAIKH KAMIL MUHAMMAD AUWAIDAH | PUSTAKA AL KAUTSAR