KITA tentu sudah pasti sudah tidak asing lagi dengan salah satu misteri ini? Misteri tanjakan emen. Misteri Tanjakan Emen ini dikabarkan karena adanya arwah dari Emen, salah seorang yang mengalami kecelakaan maut di tanjakan, tepatnya di kota Bandung. Emen akan mengganggu kendaraan yang melintasi jalan tersebut.
Terkait hal ini, islampos.com mewawancarai Yusef Solehuddien, M. Ag., Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Purwakarta sekaligus pemimpin Yayasan Al-Manar Purwakarta, Jawa Barat. Berikut hasil wawancara dengan ustadz pengasuh rubrik Konsultasi di Islampos ini.
Bagaimana kasus Tanjakan Emen dalam pandangan Islam?
Dalam kasus Tanjakan Emen, ada tafsiran yang bersifat mistis. Tafsiran yang cenderung ke arah khurafat, apalagi kalau adanya kepercayaan kuat akan timbul sebuah kemusyrikan.
Ada dua hal ketika kita melihat sesuatu. Pertama sesuatu itu ada aspek teologisnya, yang kedua sesuatu itu ada aspek empirik rasionalnya.
Kasus Tanjakan Emen itu bisa jadi ada unsur teologisnya. Artinya satu, ada unsur qada dan qadar atau adanya takdir. Kedua, ada unsur ujian kesabaran, ada unsur dimana kita dilatih untuk ikhlas menerima musibah.
Faktor lainnya, Stadz?
Bisa jadi ada kedzaliman di dalamnya. Misalnya supir tahu sebenarnya kondisi mobilnya sudah jelek, tapi memaksaknya jalan. Berarti supir itu sudah berbuat dzalim. Bagi yang berbuat dzalim, itu adzab.
Tetapi Allah mewanti-wanti bahwa hati-hati, akan ada satu musibah di mana yang terkena musibah itu tidak hanya kepada orang yang berbuat dzalim.
Selanjutnya adalah kita meninjau dari segi empirik rasional, apabila di situ sudah banyak terjadi kecelakaan, seharusnya jangan diam saja, tetapi perbaiki. Bagaimana tanjakan supaya tidak terlalu nanjak, atau misalnya diperlebar. Jadi harus ada rekomendasi perbaikan, bukan tafsiran mistis yang berkembang.
Kalau ada tafsiran mistis itu sudah jelas masuknya pada khurafat.
Apakah kasus seperti Tanjakan Emen ini sudah disinggung atau mungkin pernah terjadi dalam kehidupan Rasulullah?
Persolan yang gaib itu ada. Tapi bahwa yang negatif itu di mana orang mengarah kepada kemusrikan. Misalnya ketika orang percaya bahwa melewati tanjakan itu harus melempar uang, melempar makanan atau memencet klakson itu, sudah mengarah kepada kemusyrikan.
Zaman Rasul juga sudah ada hal-hal seperti itu. Selalu dikaitkan dengan roh-roh jahat yang kaitannya mistik sehingga munculah yang disebut namnaya khurafat.
Bedanya khurafat dengan musyrik itu apa?
Sebenarnya beda tipis. Kalau musyrik itu ada dua yaitu syirku akbar dan syirku ashgar. Khurafat itu posisinya ada di bawah musyrik.
Bagaimana dengan hukuman bagi orang yang melakukan khurafat apakah sama seperti hukuman pada orang musyrik?
Khurafat tergantung pada tingkat kepercayaan. Artinya kalau itu menjadi sebuah kepercayaan penuh maka akan menjadi syirku ashgar. Asalnya ringan bisa jadi berat, apalagi menjadi sebuah mitos atau sebuah keyakinan.
Apa yang harusnya masyarakat lakukan terkait Tanjakan Emen ini?
Masyarakat harusnya tidak memercayai atau melakukan sesuatu yang sifatnya percaya dengan adanya mistis di situ, misalnya dengan melempar roti, memencet klakson dan lain sebagainya. Tetapi masyarkat harusnya melakukan hal yang sifatnya warning kepada pengguna jalan. Memperingati, misalnya dengan membuat plang, “Anda memasuki jalur Emen, perbanyak dzikir dan berdoa”. Itu lebih postif, lebih tauhidi.
Doa agar kita terhindar gangguan dalam perjalanan?
Sudah ada doa dalam perjalanan yaitu: “Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, wa laa haula wa laa quwwata illa billah.” Atau, “Alhamdulillah, subhaanal ladzii sakhkhara lanaa, haadza wa maa kunnaa lahu muqriniin, wa inna ila rabbinaa lamunqalibuun.” Atau melafalkan kalimat Taawudz untuk mendapat perlindungan dari Allah SWT. []