PELAKOR adalah istilah yang ditujukan kepada seorang wanita yang dianggap merebut suami orang. Pelakor sering dicap negatif karena perbuatannya mengandung tujuan dan niat yang tidak baik, yaitu menghancurkan rumah tangga orang lain.
Cara yang dilakukannya juga terbilang jahat. Wanita ini menggoda laki-laki yang sudah memiliki beristri tentu dengan cara yang haram. Wanita ini merayu, mengajak berzina baik zina kecil maupun zina besar bahkan sampai menjelek-jelekan istri dari laki-laki tersebut dengan harapan laki-laki itu berpaling dari istrinya.
Itu adalah perbuatan yang sangat terlarang dalam Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dari kami.”
Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah dijelaskan bahwa merusak di sini adalah mengompor-ngimpori untuk minta cerai atau menyebabkannya (mengompor-ngompori secara tidak langsung).
“Maksud merusak istri orang lain yaitu mengompor-ngompori untuk meminta cerai atau menyebabkannya, maka ia telah melalukan dosa yang sangat besar.”
Seringkali pelakor ini disamakan dengan wanita baik-baik yang menawarkan diri untuk dinikahi seorang pria beristri. Padahal perbedaannya jelas.
Seorang wanita boleh saja menawarkan diri untuk dinikahi. Hal itu tidak berarti menganggu dan merusak rumah tangga, karena ia menawarkan diri secara terhormat dan tentu HARUS dengan cara yang baik dan sesuai adab Islam. Ini tidak akan memgurangi kehormatan dan kemuliaan seorang wanita. Jika yang ditawarkan berkenan, bisa berlanjut sesuai dengan adab Islam bahkan bisa menuju pernikahan, akan tetapj jika tidak berkenan maka stop sampai di situ dan wajib ditinggalkan serta tidak ada hubungan lagi sama sekali.
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata pada shahihnya, “Bab: Seorang wanita menawarkan dirinya kepada seorang lelaki yang shalih”
lalu beliau membawakan hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Seorang wanita datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan menawarkan dirinya kepada beliau (untuk dinikahi).”
Ini adalah taqrir (persetujuan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap perbuatan wanita ini dan beliau tidak mengingkarinya.
Banyak ulama menjelaskan hukumnya adalah BOLEH/MUBAH, Sehingga untuk urusan yang “mubah” menawarkan diri pada laki-laki yang sudah beristri tentu perlu pertimbangan yang banyak dan musyawarah, tidak boleh sembarangan dan gegabah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan,”(Hukumnya) boleh bagi seorang wanita menawarkan dirinya untik dinikahi laki-laki yang shalih karena menginginkan kebaikan, ini boleh baginya.”
Demikianlah perbedaannya. Seorang pelakor meminta dinikahi dengan cara yang tidak baik, yaitu dengan menggoda dan merusak rumah tangga orang. sedangkan seorang wanita yang menawarkan diri untuk dinikahi tentunya tetap berpegang pada adab dan aturan syar’i sehingga kehormatannya tetap terjaga, dan tidak ada pihak yang dirugikan karenanya. []
SUMBER: MUSLIMAFIYAH