Oleh: Muhaimin Iqbal
JUDUL ini saya ambilkan dari buku barunya Lester R Brown yang baru diluncurkan pekan lalu yaitu “Full Planet, Empty Plates : The New Geopolitics of Food Scarcity” (W.W. Norton & Company, New York, N.Y. 2012). Buku ini banyak menyajikan data-data yang mencemaskan tentang krisis pangan yang dihadapi dunia saat ini yang menurutnya akan semakin parah ke depan.
Data itu antara lain berupa fakta bahwa setiap hari di dunia ini lahir 219,000 bayi yang perlu dipersiapkan makanannya sampai puluhan tahun ke depan. Kemajuan ekonomi negara-negara berpenduduk sangat besar seperti Cina dan India, berdampak pada konsumsi daging yang meningkat. Ada sekitar 3 milyar penduduk dunia yang kini mampu mengonsumsi daging, telur dan susu setiap hari. Untuk memproduksi ketiganya (daging, telur dan susu) dibutuhkan jauh lebih banyak biji-bijian sebagai pakan ternak – yang otomatis berebut dengan kebutuhan biji-bijian untuk makanan bagi 4 milyar penduduk dunia lainnya.
Sebagian lagi biji-bijian juga mulai digunakan untuk memproduksi bahan bakar sehingga menambah lagi pemain yang ikut rebutan biji-bijian yang terbatas. Saat ini di Amerika saja sepertiga dari biji-bijian yang mereka produksi – sudah digunakan untuk memproduksi bahan bakar mobil.
Lebih jauh Lester R Brown yang juga pendiri dan presiden Earth Policy Institute, penulis dari sekitar 50-an judul buku ini juga memprediksi bahwa dunia sudah sangat dekat dengan apa yang dia sebut ‘unmanageable food shortage’ – kelangkaan pangan yang tidak terkendali. Kondisi ini akan membawa dunia pada harga pangan yang melambung tinggi, kekacauan sosial yang meluas dan guncangan terhadap stabilitas politik global.
Lantas bagaimana kita-kita menyikapi fakta-fakta yang disajikan oleh orang sekaliber Lester R Brown ini? Di satu sisi kita harus akui bahwa fakta-fakta yang diungkapkan dia ini bisa jadi memang mengandung kebenaran – jadi tidak bisa kita abaikan begitu saja. Di sisi lain, juga menjadi bagian keimanan kita untuk meyakini bahwa sumber-sumber pangan itu akan cukup bagi seluruh penduduk bumi.
Pagi tadi habis sholat subuh ketika saya menceritakan buku tersebut antara lain ke Pak Walikota, beliau mengangkat pertanyaan yang sangat valid dengan mengutip surat Hud ayat 6 : “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…”, bagaimana memahami ayat ini dengan realita kelaparan yang ada di dunia saat ini? Bahwa hampir satu milyar manusia di dunia saat ini dalam kondisi kelaparan?
Yang terbaik adalah memahami ayat dengan ayat lainnya. Allah memang menyediakan seluruh sarana yang dibutuhkan di bumi ini untuk mencukupi kebutuhan manusia. Bahkan dibutuhkan proses penciptaan empat masa untuk mengisi bumi – sementara penciptaan bumi hanya butuh dua masa, isi bumi ini jauh lebih rumit dari buminya sendiri.
Kemudian Allah juga berfirman : “…Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya”. (QS Hud : 61). Jadi di surat yang sama, surat Hud setidaknya ada dua ayat yang saling menjelaskan dalam urusan rezeki atau dalam kaitan tulisan ini contohnya adalah masalah pangan, yaitu ayat 6 dan ayat 61 ini.
Allah memang menyediakan sarana untuk rezeki yang cukup untuk seluruh makhluk di bumi ini, pada saat yang bersamaan Allah juga menugasi manusia untuk menjadi pemakmur bumi itu. Manakala tugas ini tidak kita jalankan dengan baik, atau malah sebaliknya ketika manusia lebih banyak merusak sarana-sarana yang dibutuhkan untuk memproduksi pangan yang cukup – maka itulah yang kini dihadapi penghuni bumi itu, 1 milyar orang tidak memperoleh maknanannya secara cukup.
Lantas bagaimana agar kecemasan seperti yang terungkap oleh bukunya Lester R Brown tersebut di atas tidak benar-benar menjadi kenyataan ?, jawabannya ada pada diri kita sendiri juga.
Kita-kita yang mendapatkan petunjuk langsung dari firmanNya, kita yang ribuan kali di-‘surati’ Allah melalui ribuan ayat-ayatnya, sudahkah kita seriusi dalam merespon surat-suratNya tersebut? sudahkah kita melaksanakan tugas yang diberikan olehNya langsung antara lain untuk memakmurkan bumi ini? Bila saja petunjuk-petunjukNya itu kita ikuti, perintah-perintahnya kita laksanakan – insyaallah bumi itu akan makmur dan kecukupan rezeki bagi penghuninya terjamin.
Selama ini bahan pangan di dunia terlalu fokus pada biji-bijian seperti gandum, padi, jagung, dan sebagainya. yang berasal dari tanaman yang tidak merambat; sedangkan sumber bahan pangan yang merambat seperti yang kita jagokan salah satunya gembili (Dioscoreae esculanta) belum banyak yang meng-elaborasi-nya. Petunjuk adanya bahan pangan dari tanaman-tanaman yang merambat ini ada di salah satu suratNya, yaitu surat Al-An’am ayat 141.
Bahwa daging, susu dan telur saat ini harus diproduksi dengan berebut biji-bijian yang di konsumsi manusia juga tidak sepenuhnya betul. Di negeri kita sudah banyak pihak yang bisa memproduksi pakan ternak berkwalitas tinggi melalui teknologi fermentasi, dengan sama sekali tidak menggunakan biji-bijian sebagai komponen bahan pakannya – cukup limbah-limbahnya. Bahkan hampir semua hijauan yang tumbuh di tanah kita bisa dijadikan bahan dasar untuk pakan ternak berkwalitas tinggi. Petunjuk untuk ini juga ada di salah satu suratNya yaitu surat Ali Imran ayat 191.
Energi yang diproduksi dari biji-bijian bahan pangan juga tidak perlu karena energi bisa diproduksi antara lain dari limbah pertanian yang berupa serat/selulosa sisa-sisa tanaman/pepohonan. PetunjukNya setidaknya datang melalui dua surat yaitu surat A-Waqi’ah ayat 71-72 dan surat Yaasin ayat 80.
Walhasil buku yang ditulis oleh tokoh dunia dibidangnya sekaliber Lester R Brown tersebut di atas memang tidak perlu mencemaskan kita, namun kita dapat ambil manfaatnya untuk memahami fenomena riil yang sekarang sedang melanda dunia – yaitu krisis pangan.
Selanjutnya yang lebih penting dari itu adalah bagaimana kita bisa berbuat konkrit, proaktif mengantisipasi masalah yang mungkin akan ada dan mengambil langkah-langkah pencegahannya. Untuk langkah-langkah pencegahan ini kita juga sudah langsung disurati olehNya – melalui surat panjang yang sangat indah di surat Yusuf. Penggalannya antara lain berbunyi : “Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) secara sungguh-sungguh; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.””(QS 12:47)
Tetapi bagaimana kita bisa melaksanakan perintah untuk memakmurkan bumi dan bertanam dengan sungguh-sungguh itu, bila kita tidak mempunyai kendali terhadap lahan-lahan produktif yang ada di negeri ini? Disitulah antara lain masalahnya.
Sesuatu yang memang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang wajib, menjadi wajib pula pengadaannya. Maka sekarang menjadi kewajiban kita semua untuk mengamankan lahan-lahan produktif negeri ini dari perusakan dan pencemarannya atas nama industri dan pembangunan, atas nama kebutuhan infrastruktur jalan, perumahan dlsb. Kudu dicari cara yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan pelestarian sumber-sumber penghidupan jangka panjang.
Program-program seperti yang sudah saya perkenalkan lewat tulisan-tulisan sebelumnya terkait Kepemilikan Kebun Produktif, adalah salah satu langkah konkrit yang bisa mulai kita laksanakan untuk merespon tugas memakmurkan bumi itu. Untuk membuka wawasan ke arah sana, program introduksi Tour de Keboen angkatan pertama telah digelar pada tanggal 19-22 Oktober 2012.
Bila saja tugas yang diembankan ke pundak kita untuk memakmurkan bumi itu kita respon dengan baik, maka judul bukunya Lester R Brown tersebut mestinya dapat kita ubah menjadi Full Planet, Full Plates ! – Meskipun bumi ini dipenuhi oleh umat manusia dari ujung ke ujungnya, jaminan kecukupan rezeki itu tetap berlaku karena bersamaan dengan itu penugasan kepada manusia penghuninya untuk memakmurkannya juga terus berlaku! Wa Allahu A’lam. []