HIDUP di dunia ini tak mungkin berjalan dengan lancar-lancar saja. Allah SWT pasti menguji hamba-Nya yang beriman. Dan ada beberapa perkara yang telah Allah tentukan di dalam fiman-Nya apa-apa saja yang Dia larang dan diperbolehkan. Nah, hal-hal seperti itu kita harus sudah mengetahuinya. Karena bila tidak, kita akan terjebak ke dalam lubang kehancuran. Naudzubillah.
Al-Faqih berkata, Abu Ja’Far menceritakan kepada kami, Ishaq bin Abdur Rahman Al Qari’ menceritakan kepada kami, Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Al Awwam Ar Rabahi menceriratakan kepada kami dari Khaitsamah bin Khalifah dari Rabi’ah bin Abu Abdur Rahman dari Abu Ja’far Muhammad bin Al Husain dari Jabir bin Abdullah RA, di mana ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Di dalam apa yang diberikan Allah kepada Nabi Musa bin Imran AS di dalam lauh-lauh (Taurat) itu ada sepuluh bab. Yang ditulis pada awal lauh pertama adalah, ‘Wahai Musa janganlah engkau sekali-kali kamu menyekutukan Aku dengan sesuatu apa pun, sungguh ucapanKu telah pasti bahwa api mereka benar-benar akan membakar muka-muka orang-orang yang menyekutukan Aku. Bersyukurlah kamu kepadaKu dan kepada dua orangtua mu, nisaya Aku akan menjaga kamu dari marabahaya, Aku panjangkan umurmu, Aku hidupkan kamu dengan penghidupan yang yang baik, Aku pindah dan Aku balik kamu ke penghidupan yang lebih baik lagi. Janganlah kamu membunuh jiwa yang Aku haramkan, karena akan menjadi sempit bagimu dunia yang luas dan langit dan segala penjurunya, dan kamu akan kembali dengan murkaKu di neraka. Janganlah bersumpah dengan namaKu dalam dusta atau perbuatan dosa lainnya, karena sesungguhnya Aku tidak akan membersihkan dan mensucikan orang yang tidak mensucikan Aku dan orang yang tidak mengagungkan nama-namaKu. Janganlah kamu dengki kepada sesama manusia terhadap karunia yang Aku berikan kepada mereka, karena orang yang dengki itu musuh bagi nikmatKu, menolak kehendakKu, yang Aku bagikan kepada hamba-hambaKu. Barangsiapa yang tidak meninggalkan rasa dengki, maka Aku tidak akan memperhatikannya, dan ia tidak termasuk dalam perhatianKu. Janganlah kamu menjadi saksi terhadap apa yang pendengaranmu tidak mendengarnya, akalmu tidk memeliharanya dan hatimu tidak mengingatnya, karena sesungguhnya nanti pada hari kiamat Aku akan menuntut persaksian orang-orang yang memberikan kesaksian, di mana Aku akan menanyakan kepada mereka dengan pertanyaan yang teliti. Janganlah kamu mencuri. Janganlah kamu berzina dengan istri tetanggamu, karena Aku akan menutup mukaKu dan menutup pintu-pintu langit untukmu. Cintailah sesama manusia sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri. Janganlah kamu menyembelih hewan kurban karena selain Aku, karena Aku tidak suka kurban melainkan kurban yang disebut namaKu atasnya, dan benar-benar ikhlas karena Aku. Liburlah (dari pekerjaan) pada hari Sabtu dan liburkanlah pula semua anggota keluargamu.’ Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan hari Sabtu itu sebagai hari raya bagi Nabi Musa, dan memuliakan hari Jum’at sebagai hari raya bagi kita.”
Al Faqih berkata , Abu Ja’far menceritakan kepada kami, Abul Qasim menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Abdur Rahman bin Wahb dari Muhammad bin Ka’b Al Quradhi, di mana ia berkata, Rasulullah SAW berdiri di atas mimbar, lalu menggenggam tangan kanannya kemudian bersabda,
“Ada satu kitab yang di dalamnya Allah Ta’ala telah menulis penguhuni surga dengan nama-nama dan nasab-nasab mereka. Jumlah mereka itu tidak akan ditambah dan tidak akan dikurangi. Ada rang-orang yang beruntung (ahli surga) itu melakukan pekerjaan orang-orang yang celaka (ahli neraka), sehingga dianggap seolah-olah mereka termasuk golongan ahli neraka. Akan tetapi kemudian Allah Ta’ala menyelematkan mereka karena ketentunNya itu, (sehingga beralih) dari pekerjaan ahli neraka ke pekerjaan ahli surga sebelum meninggal dunia, walau pun (masa unut berbuat baik itu hanya selama waktu untuk) memerah susu unta. Dan ada pula orang-orang yang celaka (ahli neraka) itu melakukan melakukan pekerjaan orang-orang yang beruntung (ahli surga), sehingga dianggap seolah-olah mereka termasuk golongan ahli surge. Akan tetapi tiba-tiba Allah mengelurkan mereka dari golongan ahli surga sebelum meninggal dunia, walau pun (masa untuk melakukan jelek itu hanya selama waktu untuk) memerah susu unta. Orang yang berbaghagia adalah orang berbahagia dengan memperoleh keputusan Allah Ta’ala, dan amal-amal perbuatan itu (tergantung) pada akhir perbuatannya.”
Fudlalah meriwayatkan dari Ubaid dari Rasulullah SAW, bahwasanya pada haji Wada’ beliau bersabda,
“Maukah kamu akau beritahu tentang orang-orang yang beriman? Orang yang beriman adalah orang yang mana orang-orang lain aman atas harta-harta dan jiwa-jiwa mereka. Orang Islam adalah orang yang mana orang-orang lain selamat dari (gangguan) lidah dan mulutnya. Orang yang berjuang adalah orang yang menundukkan jiwanya untuk selalu taat kepada Allah Ta’ala. Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan dosa-dosa baik yang besar maupun yang kecil.”
Abu Darda’ RA berkata, “Beribadahlah kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, seolah-olah kamu melihat-Nya, dan anggaplah dirimu itu termasuk orang-orang yang sudah mati. Ketahuilah bahwa sesuatu yang sedikit, namun mencukupi itu lebih baik daripada sesuatu yang banyak, namun dapat melalaikan kamu. Ketahuilah bahwa kebaikan itu tidak akan rusak dan dosa itu tidak akan dilupakan.”
Ibnu Umar RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW, di mana beliau bersabda, “Kebaikan itu tidak akan rusak, dosa itu tidak akan dilupakan, Tuhan tidak akan sirna (mati), dan jadilah kamu sebagaimana apa yang kamu kehendaki, yakni sebagaimana yang kamu amalkan, maka kamu akan dibalas.”
Al Faqih berkata, “Jika kamu mengerjakan perbuatan yang baik, maka kamu akan mendapatkan pahala kebaikan itu, dan jika kamu mengerjakan perbuatan yang jelek, maka kamu akan mendapatkan balasana kejelekan itu nanti pada hari kiamat.” Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri,” (QS. Al-Isra’: 7).
Maksudnya, Allah tidak akan menganiaya seseorang, di mana Dia tidak akan mengurangi sedikit pun pahala kebaikan seseorang, dan tidak akan menyiksanya tanpa adanya perbuatan dosa. Allah Ta’ala telah menunjukkan jalan yang benar, telah mengutus Rasul yang mulia sebagai pemberi nasihat kepada umatnya. Allah telah menjelaskan jalan untuk menuju ke surga dan jalan ke neraka.
Abu Hurairah RA menceritakan Nabi SAW, di mana beliau bersabda, “Perumpamaan antara aku dengan kamu adalah seperti perupamaan seseorang yang menyalakan api, lantas kupu-kupu (laron) datang berebut (untuk masuk ke) dalam api. Aku menahan kamu sekalian untuk tidak terjerumus ke dalam api (neraka).”
Ada yang meriwayatkan bahwa taubat Nabi Adam AS itu diterima oleh Allah karena lima hal, sedangkan taubat iblis, (semoga Allah mengutuknya) tidak diterima juga karena lima hal. Nabi Adam AS mengakui dirinya berbuat dosa, menyesali perbuatannya, menyesali perbuatannya, mencela dirinya sendiri, segera bertaubat, dan tidak berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Sedangkan iblis tidak mengakui dirinya berdosa, tidak menyesali perbuatannya, tidak mencela dirinya sendiri, tidak segera bertaubat dan berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Oleh karena itu, siapa yang keadaannya seperti Nabi Adam, maka diterima taubatnya, dan siapa yang keadaannya seperti iblis, maka tidak akan diterima taubatnya.
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham, di mana ia berkata, “Seandainya saya masuk neraka padahal saya taat kepada Allah itu lebih saya sukai daripada saya masuk surga padahal saya durhaka kepada Allah.” Maksudnya jika ia masuk surga padahal ia durhaka kepada-Nya, maka ia merasa malu kepada Allah karena dosa-dosanya, sedangkan jika ia masuk neraka padahal ia taat kepada-Nya, maka ia tidak merasa enggan dan malu serta ia bisa berharap untuk keluar dari neraka.
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar bahwasanya ia bertemu dengan ‘Atabah Al Ghulam di suatu musim dingin. ‘Atabah memakai baju dan sedang berdiri merenung, dan ia basah kuyup karena keringat yang bercucuran. Malik bertanya kepadanya, “Apa yang menyebabkan kamu berdiri di tempat ini?” ‘Atabah menjawab, “Wahai guruku, ini adalah tempat di mana saya durhaka kepada Allah.” ‘Atabah sedang termenung memikirkan dosa-dosa yang ia lakukan di tempat itu, sehingga keringatnya bercucuran padahal berada di musim yang dingin, karena merasa malu kepada Allah Ta’ala. []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang
BERSAMBUNG