UMAR bin Khaththab merupakan salah satu sahabat Nabi yang sangat taat dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Padahal, jika kita tengok sejarah, Umar ini termasuk orang yang sangat menentang terhadap Nabi. Ia juga terkenal dengan keganasan dan keberingasannya. Tapi, lihatlah ia ketika telah masuk Islam. Ia rela mengabdikan diri, baik itu jiwa, raga bahkan harta, hanya untuk membela Islam.
Oleh karena itu, kita patut untuk meneladani Umar sebagai contoh yang baik bagi diri kita. Berikut ada delapan alasan, mengapa kita harus meneladani Umar. Niscaya mata Anda akan terbelalak! Betapa tidak? Ternyata Umar bukan saja tegas dank eras, tapi juga bijak dan kaya.
Pertama, Umar diteguhkan oleh Nabi. Suatu ketika, Nabi pernah berpesan, “Ikutilah dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar.” Pernah pula Nabi berpesan, “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lisan dan hati Umar.” Bahkan sewaktu Umar melakukan ijtihad, terdapatlah 15 kesesuaian antara ijtihad Umar dengan wahyu al-Quran. Inilah keistimewaan khususnya.
Kedua, Umar dikaruniai keunggulan tersendiri. Umar sebagai khalifah kedua memerintahkan dalm waktu yang jauh lebih lama daripada Abu Bakar, khalifah pertama. Hebatnya lagi, di zaman Umar, hamper tidak ada perselisihan pendapat di antara umat. Berbeda dengan di zaman Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Memang, masing-masing khalifah dikaruniai keunggulan tersendiri.
Ketiga, Umar adalah khalifah terbesar menurut Michael Hart di bukunya 100 Tokoh Paling Berengaruh dalam Sejarah. Makanya, Michael Hart, setelah meletakkan Nabi pada posisi ke-1, ia langsung meletakkan Umar pada posisi ke-51, jauh di atas Julius Caesar dan Charlemagne. Terbukti, hanya dalam waktu 10 tahun, Umar berhasil memukul mundur Romawi dan Persia (dua adidaya saat itu), serta mengambil alih Syiria, Irak, Iran, Palestina, Turki, Mesir dan Afrika Utara.
Keempat, Umar memiliki toleransi beragama. Kala pasukan Muslim berhasil menaklukan Yerussalem, Uskup Sophronius enggan menyerahkan kunci Yerussalem. Sang Uskup hanya mau menyerahkannya kepada Umar secara pribadi. Rupa-rupanya mereka masih trauma dengan direbutnya Yerussalem oleh pasukan Persia yang diiringi dengan pengrusakan, pemerkosaan, dan penistaan di tempat-tempat suci. Sebagai penakluk, sebenarnya Umar tidak harus menuruti kemauan Sang Uskup. Namun, Umar maklum.
Maka, datanglah Umar ditemani seorang pengawal. Mereka berdua bergantian menunggangi seekor kuda. Ketika bertemu, Sang Uskup dan pembesar-pembesar gereja berpakaian serba berkilau, sementara ia berpakaian biasa-biasa saja, terbuat dari bahan yang kasar dan murah. Tepat di depan Gereja Makam Suci Yesus, Sang Uskup menyerahkan kunci itu kepadanya. Kelak Sang Uskup mengaku, “Saya tidak menyesal menyerahkan kunci kota suci ini, karena saya telah menyerahkannya kepada umat yang unggul.”
Masih soal toleransi. Umar juga pernah menegur keras bawahannya –Amr bin Ash- yang telah menggusur tanah seorang Yahudi tua. Yang mana, di atas tanah itu dibangun sebuah masjid. Akibat teguran keras itu, Amr bin Ash terpaksa membongkar sebagian masjid dan mengembalikan tanah tadi kepada si Yahudi tua.
Kelima, Umar membolehkan untuk kekuatan apabila memang diperlukan. Sewaktu Umar melewat ke negeri Syam, ia disambut Muawiyah dengan arak-arakan yang megah dan gagah. Kontan saja Umar menegurnya. Maka Muawiyah pun menjelaskan, “Daerah ini banyak mata-mata. Kami harus menunjukkan kemuliaan pemimpin kami, sehingga membuat mereka gentar.” Siasat ini diterima oleh Umar bahkan dianggapnya siasat yang cemerlang dan gemilang. []
BERSAMBUNG