MENJAGA diri agar senantiasa taat dalam aturanNya pasti senantiasa berhiaskan tantangan dan problema, tentunya agar selalu menguatkan ‘azzam dan mendewasakan diri kita.
Ada kalanya ketika kita mengintrospeksi diri sendiri, amalan yang kita lakukan sehari-hari diniatkan ‘bukan hanya karena Allah SWT semata’, hati sering tercemari dengan tujuan-tujuan duniawi dan hawa nafsu pribadi. Bahkan teman-teman sholih dan sholihat pun, tatkala ada kesal dan memiliki momen yang kurang disukai, amarah dilampiaskan dengan kata-kata yang tak terduga. Omelan atau caci maki dan sikap pongah melanda diri, meskipun biasanya berprilaku halus, santun dan lembut.
“Gue kok males-malesan sekarang yah, kalau pengajian…?” celetuk seorang saudari. Dikarenakan ada sosok yang pernah membuatnya tak berkenan, sehingga jika bertemu, sakit hati kembali membuncah dalam dirinya. Aih, ini merugikan diri sendiri, ketenangan jiwa adalah di saat segala aktivitas kita ‘Lillahi ta’ala’, bukan karena ada atau tiada seseorang yang akan berjumpa saat itu.
“Kamu temenan gak sama si fulanah? Pernah gak dia ngomongin gue, say? Ngomongin apa tuh kira-kira?” ini juga komentar lain, namanya juga hubungan persahabatan dan pertemanan, permainan kata berseliweran dimana-mana. “Naaah, gara-gara kamu omongin, jadinya saya tau deh, hehehehe…” candaku, tatkala sobat tersebut bercerita. Ingatlah pesan gurunda kita, “Tatkala berkumpul dengan saudara, bicarakan hal-hal yang baik, kalimat-kalimat yang baik, doa-doa kebaikan… karena malaikat pun meng-amin-kan, masya Allah!”
Memang masalah hati tiada pernah habis bahasannya. Karena kita adalah manusia yang saling peduli, cinta-mencintai, serta berharap untuk selalu dalam ridhoNya, Insya Allah.
Suatu obrolan dengan sisters, “Karena kita ini tak-lah sangat kuat, tak-lah selalu tinggi keimanan sebagaimana generasi nabi-nabi Allah, tentu ada rasa takut saat memiliki kecondongan hati terhadap nafsu, saat hati tercemari, menjadi malas dalam mengikuti ajakan aktivitas kebaikan, dan semisalnya… Apalagi ketika sambutan ramadhan seolah ‘biasa-biasa saja’ dalam amalan sehari-hari, padahal bulan yang dirindukan memiliki keistimewaan ‘bonus berbonus rewardNya’, bagaimanakah merawat hati kita supaya senantiasa condong pada al-Haq?”
Di antara tips merawat hati kita agar cantik, selalu condong kepada cita meraih cintaNya adalah sebagai berikut :
1. Mengontrol keinginan-keinginan, dengan cara “laranglah jiwa raga kita jika ingin mengikuti hal-hal yang tidak sesuai dengan islam”, berusaha disiplin dengan mengingat aturan-aturanNya—kita berpijak di atas bumiNya, sepatutnya tunduk patuh kepada aturan Allah SWT.
2. Menikmati puasa. Perut adalah sumber dorongan utama dari manusia— jika seseorang dapat mengontrol makanan, impuls lain akan mengikuti (kerakusan adalah bahan bakar untuk nafsu).
Imam al-Qusyairi mengatakan, “Bagi saya, untuk mengangkat tangan dari piring saya sementara perut masih lapar, adalah lebih baik daripada sepanjang malam komat-kamit dalam doa.” Lapar adalah kenikmatan.
Memulai nikmat lapar adalah dengan makan dalam porsi kecil, makanlah bersama orang lain (membuat kita sadar berapa banyak yang kita makan), berbagi makanan, dan mengurangi jumlah asupan makanan dalam keseharian.
3. Mendirikan sholat malam. Konsistensi dalam Tahajjud penting, bahkan jika itu hanya dua rakaat per-malam, ini dirasakan amat berefek bagi para pecinta ilmu, para penghafal quran pun sudah pasti melakukan rutinitas sholat malam.
Nabi Sallallahu alaihi wasallam mengingatkan, “Sebarkan salam perdamaian, memberi makan orang-orang miskin, dan berdoalah di malam hari ketika orang lain tidur, maka kalian akan masuk surga dengan mudah.” Bahkan beliau Sallallahu alaihi wasallam sholat malam (dengan sangat khusyuk) hingga kakinya membengkak, padahal beliau sudah pasti masuk surga, lantas rasulullah Sallallahu alaihi wasallam berkata, “Bagaimana kalau aku tidak menjadi hamba yang bersyukur?” Masya Allah…
4. Mohon ampunanNya, perbanyak istighfar. ‘Astaghfirullahal’adzim, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qoyyumu wa atubu ilaih’
(Aku meminta ampun pada Allah yang Maha Agung, tiada tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat pada-Mu)
Orang-orang beriman bukan berarti sempurna hidupnya dengan tanpa dosa dan khilaf. Melainkan dengan keimanan, senantiasa melantunkan kalimat taubat, menyesali segala kesalahan dan dosa yang diperbuat.
5. Menjaga lidah, menghindari prasangka dan menjauhkan diri dari perkara yang sia-sia. Lidah adalah godaan besar— mudah untuk mengatakan sesuatu yang membawa kehancuran, lebih dahsyat dari pada pedang tajam. Mengontrol lidah adalah disiplin yang sangat besar, cobalah mulai dari sekarang kala usia kita ini kian bertambah. Caranya, “Tatkala akan membalas kata-kata, atau mengomentari sesuatu, tulis dulu sebentar dalam nota kecil ‘rahasia sendiri’, lalu baca ulang-ulang, bayangkan jika kita menerima kalimat tersebut dari orang lain… Lalu silakan pertimbangkan lagi, akankah kita teruskan lemparan kalimat itu, atau dibatalkan.”
Imam Syafi’i selalu memeriksa dirinya sendiri, setiap kali ia akan berbicara dalam rangka untuk memastikan niatnya adalah murni dan ia tidak berusaha untuk pamer amalan.
6. Mengintrospeksi diri dalam keheningan dan ketenangan. Dengan cara mengingat bahwa banyak masa telah dilalui, kita makin dekat dengan antrian kematian, renungkan tentang kubur kita kelak, tentang makna nama-nama Allah SWT, mengenai makna ayat-ayat al-Quran yang selama ini dipelajari… Sungguh perbuatan introspeksi diri ini amat penting dalam perawatan hati, jangan dibuai oleh lamunan sia-sia. Amat sangat sedikit rasa syukur kita, dibandingkan samudera kenikmatan yang dicurahkanNya hingga saat ini. Faghfirlana…
7. Menjaga hubungan baik dengan orang-orang baik yang memiliki ketulusan, berteman dengan teman-teman yang mengajak kepada kebaikan. Bersahabat dengan para sobat yang tatkala dekat dengannya, maka kita malu untuk bermaksiat. Bersahabat dengan orang-orang yang dicintai Allah SWT, dan berkeinginan untuk berkumpul dalam barisan rasulullah Sallallahu alaihi wasallam hingga akhirat kelak.
8. Hal paling penting adalah tundukkan jiwa, berdoa kepada Allah, memohon perlindungan terbaik-Nya. Bayangkanlah, betapa banyak saudara-saudari yang telah mendahului kita. Cobalah membawa renungan ke titik di mana kita seperti orang tenggelam atau seseorang yang hilang di gurun tandus dan melihat tiada bantuan kecuali dari Allah SWT— Sungguh hanya Allah azza wa jalla saja yang paling cepat menanggapi ‘request’ kita, dengan segala skenario-Nya.
“Allaahumma inniy a’udzubika min ‘adzaabil qabr, wa a’udzubika min fitnatil masiihid dajjaal, wa a’udzubika min fitnatil mahyaa wa fitnatil mamaat. Allaahumma inniy a’udzubika minal ma’tsami wal maghrami (Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ‘adzab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah hidup dan fitnah mati. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari perbuatan dosa dan lilitan utang).” (HR. Bukhari &Muslim) aamiin…
Mohon perlindungan dan bimbinganMu, Yaa Robbi… Wallohu’alam bisshowab. []
(Sharing penyampaian tausiyah beberapa sesi kelas hadith, @bidadari_azzam, KL, penghujung sya’ban 1435 hijriyyah)
*Penulis adalah ananda dari bapak H. Muhammad Holdoun Syamsuri TM Moorsid dan ibunda Hj. Sahla binti H. Majid, kelahiran Palembang 19 Juni 1983, blogger sejak 2007, mantan pelajar berprestasi Indonesia. Ia merupakan supporter setia suami saat bertugas menyelesaikan projek IT SAP di berbagai negara, pembimbing para muallaf dengan aktif sebagai koordinator muslimah di Islamic-Centre Krakow, Poland. Sarjana Ilmu Komunikasi, ibu tiga jagoan, sahabat pendidik dan pengamat TKI, peserta kelas Quran Hadits di Ampang Putra-KL. #PeduliKanker Saat ini aktif pula menjadi sukarelawan pengurusan jenazah muslimah.dll. Buku karyanya antara lain Catatan CintaNya di Krakow, Antologi “Indahnya Persahabatan” (2012), Sajak Mengeja Masa (Kumpulan Puisi)~2013. Silaturrahim di :Twitter ID : @bidadari_azzam, FB akun : Sry Bidadari Azzam Dua