JALAN-jalan utama di distrik kelas atas New Cairo tersumbat oleh kemacetan yang panjang saat pendukung Abdel Fattah Al-Sisi turun ke jalan untuk merayakan kemenangan petahanan tersebut dalam pemilihan presiden Mesir.
Al-Sisi menang telak dengan Raihan 97 persen suara, pada hari Senin pekan ini. Hasil ini tidak mengherankan karena Al-Sisi hanya menghadapi seorang rival politisi yang kurang dikenal, Musa Mustafa Musa—sementara, Musa Mustafa sendiri dikenal sebagai pendukung Al-Sisi yang bersemangat.
Tetapi para penggemar sang presiden masih melihat alasan untuk merayakan setelah mantan menteri pertahanan itu memenangkan masa jabatan kedua.
“Kami benar-benar yakin presiden kami akan menang, tetapi ini tidak berarti kami tidak punya cukup alasan untuk merayakan kemenangan besar seperti itu,” kata Michael Hanna, pendukung Al-Sisi yang berusia 34 tahun.
“Kami sekarang telah memastikan stabilitas kami selama empat tahun lagi dan memberikan mandat kepada Al-Sisi untuk melanjutkan rencananya,” katanya, mengacu pada mega proyek presiden yang mencakup pembangunan ibukota administratif baru di timur Kairo.
Antusiasme
Partisipasi rakyat dalam pemilu yang hanya 40 persen, sejumlah besar surat suara rusak, dan tindakan keras oleh pihak berwenang mengenai kemungkinan saingan dan media, tidak menyurutkan antusiasme para pendukung Al-Sisi yang bersemangat.
Lalu lintas sejenak melumpuhkan banyak bagian Mesir. Pengikut Al-Sisi membunyikan klakson kendaraan, menyalakan kembang api, menari-nari, melambai-lambaikan bendera negara dan menyanyikan lagu-lagu patriotik. Penari Tanoura di beberapa bagian menampilkan tarian rakyat Mesir yang terkenal.
Alun-alun utama kota, diperkirakan tidak cukup untuk menampung pendukung Al-Sisi. Saluran televisi menampilkan acara bincang-bincang di malam hari dengan gambar-gambar pendukung yang gembira.
“Mereka yang mengatakan tidak dan mereka yang mengatakan ya, mereka yang pergi ke tempat pemungutan suara dan mereka yang tidak, semua orang berhak mendapatkan layanan yang baik.
“Ini adalah hari kemenangan, kebahagiaan, dan keamanan; hari yang harus kita semua rayakan,” kata Amr Adib, pembawa acara talk show terkemuka di negeri tersebut.
Tetapi banyak anak muda Mesir lainnya yang juga tidak peduli. Mereka adalah anak-anak muda yang memenuhi Tahrir Square secara massal untuk menuntut perubahan, tujuh tahun lalu. Protes mereka pada saat itu memuncak akan jatuhnya pemimpin otokratik Hosni Mubarak, tetapi harapan untuk masa depan yang lebih baik telah diredam pemerintahan otoriter yang berkembang di bawah Al-Sisi.
“Apakah Anda percaya perayaan ini nyata? Mereka semua dipentaskan untuk menunjukkan bahwa presiden ini sangat populer,” Karim Nagy, seorang insinyur berusia 29 tahun, mengatakan kepada Arab News.
“Bahkan jika mereka nyata, ini tidak ada bedanya. Negara ini sekarang milik mereka, bukan milik kami.”
Sebaliknya, alih-alih merayakan kemenangan Al-Sisi, banyak pemuda memilih berduka atas kematian Ahmed Khaled Tawfik, seorang penulis Mesir terkenal yang meninggal pada hari Senin pada usia 55 tahun.
“Pernahkah Anda melihat kesedihan besar di media sosial setelah Tawfik meninggal? Bagi kami, ini lebih penting daripada merayakan kemenangan Al-Sisi setelah pemilihan yang ditentukan sebelumnya,” demikian Nagy. []