MANUSIA tidak akan pernah luput dari salah dan lupa. Termasuk diri kita pun pernah melakukannya. Dan tugas kita, ketika kita melihat suatu kesalahan yang dilakukan oleh orang lain ialah menegurnya. Bukan membiarkannya, apalagi mengolok-olokkannya.
Termasuk dalam hal ini, seorang pengajar juga pasti pernah berbuat salah. Meski ia memiliki kedudukan yang lebih tinggi, tidak bisa menjadi jaminan bahwa ia terlepas dari kesalahan. Nah, sebagai seorang murid, ketika kita melihat kesalahan dari sosok guru, maka ada cara tersendiri dalam mengambil sikap. Bagaimanakah itu?
Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat,” (HR. Ahmad).
Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman Allah, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya,” (QS. Al-Hujurat: 12).
Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat. Padahal tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar tentang mereka.
Sungguh baik para Salaf dalam doanya, “Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dariku.”
Para salaf berkata, “Daging para ulama itu mengandung racun.”
DR. Awad Ar-Ruasti Hafidzahullah menjelaskan tentang makna perkataan ini, “Siapa yang suka berbicara tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”
Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak. Justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya. Adab dalam menegur mereka pun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang banyak.
Itulah sikap yang harus kita perhatikan ketika melihat suatu kesalahan dari seorang guru. Seorang guru yang kaya akan ilmu, juga pernah berbuat salah. Dan penuntut ilmu yang mengetahui perlu memberitahunya, jika ia sedang lengah. Lakukanlah cara peneguran itu dengan baik dan benar, tanpa menyinggung perasaannya. []
SUMBER: MUSLIM.OR.ID