JAKARTA— Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengimbau rakyat tak perlu takut dengan aksi terorisme. Dia juga mengingatkan agar peristiwa teror yang terjadi baru-baru ini tak dijadikan bahan untuk saling menyalahkan.
“Jangan kita buang-buang waktu untuk salah menyalahkan. Apalagi sampai minta copot Ka BIN dan Kapolri,”ujar Hendropriyono dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/5/2018).
Menurut Hendropriyono, yang salah dalam pemecahan kasus teror bukanlah subjeknya, melainkan metode yang digunakannya.
“Karena siapapun yang menghadapi masalah terorisme seperti ini, akan sama saja hasilnya. Tidak akan memecahkan masalah. Yang salah bukan subyeknya, tapi metodenya!” tegasnya.
Hendropriyono mengatakan, penanggulangan aksi terorisme bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan semata. Seluruh elemen bangsa memunyai peran agar aksi teror ini bisa berhenti. Aparat keamanan dan masyarakat sipil harus bisa bekerja sama.
“Karena saat ini kita sudah masuk dalam keadaan perang. Perang tanpa deklarasi, tanpa aturan apapun. Perang teror kontra teror. Dengan sasaran teror yang tak terbatas, maka penumpas teror juga tak terbatas pada Polri/TNI. Seluruh rakyat harus bangkit, tapi bukan dalam konotasi anarkis,” kata Hendropriyono.
Hendropriyono menawarkan solusi, salah satunya dengan menggunakan konsep ‘pagar betis’ seperti saat TNI menumpas gerakan DI/TII pada 1962 di sejumlah daerah di Indonesia.
“Kita revitalisasi lagi kekuatan Pertahanan Sipil (Hansip)/Perlawanan Rakyat (Wanra), pasukan Pembantu Babinsa dan Pembantu Polisi, dalam konsep yang berdaya tepat guna. Konsep operasi pagar betis seperti yang pernah kita lakukan, dengan bergerak di belakang TNI/Polri menyisir daerah demi daerah. Persis seperti yang kita lakukan terhadap DI pada 1962 dulu,” tutur Hendropriyono.
Menurutnya, rakyat tak boleh takut untuk melawan terorisme.
“Rakyat jangan takut. Lawan mereka. Kita juga manusia, bukan samsak untuk dipukuli teroris dalam latihan mereka. Kita orang yang sadar yang bisa berpikir dengan cerdas, untuk menghadapi teroris gila yang tidak merasa menginjak bumi,” tegasnya.
Seperti diketahui, Serangan bom terjadi di 3 tempat di Surabaya pada Ahad (13/5/2018). Lokasi pertama di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, kedua Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro 146 dan ketiga Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna.
Sementara itu, serangan bom kembali terjadi di Sidoarjo dan di Polrestabes Surabaya pada Senin (14/5/2018).
17 orang dilaporkan tewas dalam peristiwa tersebut. []
SUMBER: DETIK