Oleh: Andi Wibisana
SEORANG pedagang jika ia bangkrut maka harus membayar semua hutang-hutangnya dengan menjual aset-asetnya. Jika asetnya tidak mencukupi maka ia harus menjual harta bendanya yang lain berupa rumah, tanah, mobil dan lain-lain. Jika belum cukup juga maka ia minta pengampunan kepada pemiliknya, atau paling jelek ia diadukan ke polisi dan masuk penjara.
Di akhirat juga ada orang-orang yang bangkrut, ini lebih berbahaya karena jika ia tidak mampu membayar hutang-hutangnya maka tidak sekedar masuk penjara hukumannya tetapi masuk neraka!
Seseorang bisa bangkrut karena mulut/lisannya, yakni mereka yang sibuk mencari-cari kelemahan orang dan kemudian menceritakannya kembali kepada orang lain. Jika yang diceritakan berita bohong maka termasuk ”Buhtan” (kebohongan), tetapi jika yang disampaikan benar maka termasuk “Ghibah” (gunjing). Buhtan dan ghibah diharamkan dalam Islam.
“Tahukah kamu apakah yang di sebut dengan ghibah?” Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu” Beliau bersabda: “Yaitu kamu menceritakan saudaramu mengenai sesuatu yang ia tidak senang jika hal itu diceritakan.” Rasulullah ditanya: ’Bagaimanakah pendapat Baginda jika aku menceritakan suatu kenyataan yang sebenarnya yang ada pada saudaraku?’ Beliau menjawab: ‘Jika sesuatu yang kamu ceritakan itu sesuai dengan kenyataannya, berarti telah mengghibahnya. Sedangkan jika yang kamu ceritakan itu tidak sesuai dengan kenyataannya, berarti kamu melakukan kebohongan (buhtan) tentangnya” (HR Muslim).
Batasan Ghibah adalah menceritakan aib seseorang yang tidak patut diceritakan (Ar-Raghibi), atau orang yang di ghibah benci jika mendenga (Al-Ghazali, Imam Nawawi dan Ibnu At-Tin), atau menceritakan kejelekan seseorang ketika ia tidak ada sekalipun yang diceritakan benar adanya (Ibnu Atsir). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Ghibah adalah menceritakan kejelekan (aib) seseorang, jika ia tahu aibnya terungkap membuatnya benci (marah), meskipun aib itu benar adanya.
Mulut adalah salah satu bagian tubuh yang mampu menjadi pembuka kebahagiaan dunia dan akhirat, jika digunakan untuk menyeru manusia kepada kebenaran atau memberikan nasehat kepada orang lain. Tetapi mulut juga bisa menghasilkan banyak dosa, kehinaan dan nestapa, jika digunakan untuk ghibah, mencaci maki, berbohong, mengadu domba (namimah), mengumpat dan perkataan buruk lainnya.
Ghibah memang gurih karena tabi’at manusia punya rasa ingin tahu yang besar. Lezat bila bisa rahasia seseorang didapat. Wajar saja. Sebab hampir semua TV menyiarkan acara infotainment yang menguak berbagai rahasia dan menyebarkan aib selebritis.
Di akhirat nanti, orang-orang yang telah dighibah akan menuntut keadilan atasnya, karena pintu maaf telah tertutup maka kebaikannya (pahala) akan diambil oleh orang yang telah di ghibah, jika kebaikannya (pahala) telah habis maka dosa orang yang telah dighibah yang akan ditimpakan pada dirinya.
“Tahukah engkau siapakah orang-orang bangkrut itu?, mereka adalah umatku yang datang pada hari kiamat dengan shalat, puasa dan zakatnya, tetapi mereka telah mencaci maki, menuduh seseorang tanpa bukti, sehingga semua perbuatannya itu telah menghilangkan perbuatannya. Kemudian ia ditenggelamkan ke neraka jahanam” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Ghibah dan buhtan adalah perbuatan zalim karena telah membuka aib orang lain, pelaku ghibah taubatnya terhalang selama belum minta ma’af kepada orang yang telah dighibahnya. Jika orang tersebut telah meninggal atau sulit ditemui maka sebagian ulama menyatakan dapat ditebus dengan menyebut-nyebut kebaikan dan kemuliaannya dan mendo’akan orang yang telah dighibahnya. Wallahua’lam. []