PUASA qadha dapat dilakukan muslim usai Ramadhan. Mulai dari bulan Syawal hingga Sya’ban, sebelum memasuki Ramadhan berikutnya. Namun, tak sedikit yang masih belum memahami tentang ini. Permasalahan seperti kapan dan bagaimana pelaksanaannya masih jadi pertanyaan di kalangan muslim.
Nah, berikut ini beberapa pertanyaan seputar puasa qadha disertai jawabannya yang dikutip Islampos dari Buku Rahasia Puasa menurut 4 Mazhab.
1 Berapa kali harus qadha?
Bagi orang yang membatalkan puasa Ramadhan dengan sengaja atau karena sebab-sebab lain yang menyebabkan dia wajib qadha, maka jumlah hari puasa qadhanya sama dengan jumlah hari batalnya dia puasa.
Misalnya, dia batal puasa 3 hari, maka dia wajib qadha sebanayak 3 hari.
BACA JUGA:Â 7 Ketentuan dan Larangan Puasa Qadha yang Harus Kamu Ketahui
2 Puasa qadha pada hari apa?
Siapa yang ingin melakukan qadha puasa, hendaknya memilih hari yang boleh digunakan untuk puasa sunah. Jangan memilih hari-hari yang diharamkan berpuasa. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari 4 mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali).
3 Bagaimana hukmnya jika puasa qadha dilakukan bersama puasa nazar?
Jika seseorang berniat puasa nazar pada hari tertentu, dia tidak boleh berpuasa qadha di hari yang sama. Ini merupakan pendapat dari Mazhab Maliki dan Syafi’i. Sementara mazhab Hanafi dan Hanbali membolehkannya. Lebih lanjut, mazhab Hanbali berpendapat bahwa boleh puasa qadha dan nazar bisa diqadha di hari lain.
4 Bagaimana jika mengqadha puasa di bulan Ramadhan berikutnya?
Puasa Ramadhan disertai niat qadha puasa Ramadhan tahun lalu, maka puasanya tidak sah. Orang yang melakukan itu harus mengqadha puasanya yang tahun lalu serta puasanya yang tahun ini. Karena puasa Ramadhan hanya untuk puasa wajib pada tahun tersebut. Itu adalah pendapat dari mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hanbali.
Sementara menurut mazhab Hanafi, puasa Ramadhannya sah, dan orang tersebut hanya wajib mengqadha puasanya yang tahun lalu.
Bagaimana hukumnya orang yang menunda qadha hingga tahun depan atau tahun berikutnya lagi?
Ada beberapa poin yang perlu dipahami.
- Jika sebelum bulan Ramadhan berikutnya masih ada sisa hari yang cukup untuk mengqadha tanggungan puasa tahun sebelumnya, maka puasa qadha wajib ditunaikan secepatnya. Ini merupakan pendapat mazhab Syafi’I, Maliki dan Hanbali. Sedangkan menurut mazhab Hanbali, itu tidak wajib langsung ditunaikan, tetapi hukumnya sunah untuk dilaksanakan.
- Siapa yang menunda qadha hingga tahun kedua, maka di samping wajib qadha, dia juga wajib membayar fidyah. Ini menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Sedangkan jumhur ulama 4 mazhab bersepakat bahwa jika orang tersebut bisa melakukan qadha sebelum datang Ramadhan tahun depan, tapi diasengaja tidak melakukannya, maka dia wajib membayar fidyah.
- Jika dia ingin melakukan qadha beberapa tahun selanjutnya, selain wajib qadha dia wajib membayar fidyah. Ini pendapat mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali. Sementara pendapat mazhab Sayafi’I, dia hanya wajib qadha. Selain itu, dia wajib membayar fidyah sebanyak jumlah hari puasa qadha dikalikan jumlah tahun yang dia lewati. Misalnya, A memiliki tanggungan qadha 10 hari dan baru melaksanakan qadha tersebut setelah 5 tahun terlewati. Maka, dia wajib membayar 50 fidyah.
6 Apakah qadha harus dilakukan secara beruntun tanpa putus?
Ulama 4 mazhab berpendapat, disunahkan melakukan puasa qadha secara beruntun. Namun, boleh juga dilakukan secara terpisah.
7 Apakah qadha wajib dilaksanakan langsung usai Ramadhan, tanpa jeda?
Ulama 4 Mazhab bersepakat bahwa orang yang memiliki tanggungan qadha puasa, disunahkan menunaikan qadha setelah tanggal 1 Syawal. Namun, dia boleh menundanya hingga Ramadhan tahun depan.
Lebih lanjut, Mazhab Syafi’i berpendapat, jika qadha disebabkan batalnya puasa Ramadhan yang disengaja, maka puasa qadhanya harus ditunaikan secepatnya.
BACA JUGA:Â Puasa Qadha, Ini Aturannya
8 Bagaimana dengan tanggungan puasa qadha orang yang meninggal?
Jika belum sempat melakukan puasa qadha Karena sempitnya waktu, sakit,musafir, atau tidak mampu, maka tidak ada tanggungan qadha baginya. Ini merupakan pendapat jumhur ulama 4 mazhab. Namun, jika sebelum meninggal dia tidak mengqadha puasa padahal sebenarnya dia mampu melakukannya, maka ahli warisnya wajib menunaikan fidyah untuknya .
Fidyah tersebut diambil dari harta peninggalannya. Namun, jika tidak ada harta yang ditinggalkan, maka yang menanggungnya adalah ahli warisnya atau ada pengganti yang melakukan puasa qadha untuk almarhum. Jika ada orang selain kerabatnya yang bersedia melakukan puasa qadha tersebut, maka puasanya sah. Ini merupakan pendpat mazhab Syafi’i.
9 Bagaimana dengan qadha puasa sunah?
Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat, orang yang berpuasa sunah dan batal, tidak wajib mengqadha puasa sunahnya. Sementara menurut mazhab Hanafi dan Maliki, puasanya tetap haris dilanjutkan dan wajib mengqadhanya.
Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat, mengqadha puasa sunah itu hukumnya sunah.
Selain itu, ulama 4 mazhab bersepakat, jika seseorang melaksanakan puasa pada hari-hari yang diharamkan puasa seperti Idul Fitri dan Hari Tasyrik, lantas dia membatalkan puasanya tersebut, maka dia tidak wajib qadha. []