SYARIAT puasa bukan hanya diperintahkan kepada umat Nabi Muhammad SAW, melainkan juga kepada umat nabi-nabi terdahulu. AlQuran secara lugas menyebut bahwa puasa itu diwajibkan sebagaimana orang-orang sebelum kita.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu. Agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah : 183)
Jika demikian, bagaimana puasa umat nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW?
Dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi, dapat ditemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi terdahulu atau agama-agama samawi sebelumnya.
Yang pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan adalah nabi Nuh alaihissalam, yaitu ketika dia keluar dari bahteranya.
Mujahid berkata bahwa telah tegas pertanyaan dari Allah SWT bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan, dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.
Di masa lalu, ibadah puasa juga telah Allah syariatkan kepada Nabi Daud alaihissalam dan umatnya. Mereka diwajibkan melaksanakan ibadah puasa untuk seumur hidup, dengan setiap dua hari sekali berselang-seling. Puasa Daud ini disyariatkan juga bagi umat Nabi Muhammad SAW melalui beberapa hadis, salah satunya yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru radhiyallahuanhu.
Dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Shalat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud alaihissalam. Beliau tidur separuh malam, lalu shalat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Bukhari)
Selain itu juga ada hadits lainnya yang menegaskan pensyariatan puasa Daud.
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama. Aku menjawab, “Aku mampu lebih dari itu”. Nabi SAW bersabda, “Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu”. (HR Bukhari)
Bagi kita umat Nabi Muhammad SAW, puasa seperti Nabi Daud ini tidak diwajibkan. Beliau SAW hanya menjadikan puasa ini sebagai puasa sunnah.
Puasa Maryam
Puasa juga Allah SWT syariatkan kepada Maryam, wanita suci yang mengandung bayi Nabi Isa ‘alaihissalam. Hal tercantum dalam AlQuran, bahkan ada surat khusus yang diberi nama surat Maryam. Namun bentuk atau tata cara puasa yang dilakukan Maryam bukan sekedar tidak makan atau tidak minum, lebih dari itu, syariatnya menyebutkan untuk tidak boleh berbicara kepada manusia.
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (QS. Maryam: 26)
Dan karena sedang berpuasa yang tidak membolehkan makan, minum dan berbicara itulah maka ketika ditanya tentang siapa ayah dari putera yang ada di gendongannya, Maryam saat itu tidak menjawab dengan perkataan. Maryam hanya menunjuk kepada Nabi Isa’, anaknya itu, lalu Nabi Isa yang masih bayi itu pun menjawab semua pertanyaan kaumnya.
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”, maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (QS. Maryam : 28-30)
Demikianlah puasa yang dilakukan pada masa sebelum Nabi Muhammad SAW. []
SUMBER: RUMAH FIQIH