Oleh: Nabilah Maulida
Mahasiswi Manajemen Bisnis Syariah STEI SEBI
SETIAP momentum kemerdekaan pastilah dicapai dengan perjuangan bahkan dengan nyawa sekalipun. Kebebasan yang kini dirasakan oleh rakyat Indonesia ialah buah dari pengrobanan nyawa dan darah para pejuang yang tak pernah gentar di medan perang. Para aktor perjuangan yang tak asing lagi kita dengar namanya ialah Bung Karno dan Bung Hatta.
Memang tak salah jika yang tenar hanya kedua nama itu saja, sebab mereka berdua adalah presiden dan wakil presiden pertama bagi Indonesia, tokoh proklamator yang membuat kita semua berdecak bangga. Tapi yang perlu digaris bawahi adalah masih banyak tokoh-tokoh perjuangan yang mendukung lahirnya sebuah kemerdekaan bagi negara kita yang sayangnya hampir terlupakan oleh sejarah.
Di antaranya ialah para ulama yang memiliki peran penting dalam memperjuangkan Indonesia, yakni Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Fatahillah, Muhammad Nastir, KH. Ahmad Dahlan, dan KH. Hasyim Asy’ari. Nama-nama yang disebutkan tadi memang kental dengan penampilannya yang agamis. Namun jangan salah, sebab ada beberapa pahlawan yang tak berasal dari kalangan da’i namun memiliki latar belakang agama yang sangat baik. Bung Tomo adalah satu di antaranya. Sosoknya dikenal sebagai pemimpin pertempuran Surabaya 10 November 1945 yang senantiasa menyerukan takbir saat melawan para penjajah.
BACA JUGA: Malahayati, Laksamana Muslimah Pertama Dunia
Indonesia dalam meraih status merdeka, tak terlepas pula dari peran perempuan Indonesia yang sekuat tenaga berjuang di masa itu. Satu di antaranya adalah Raden Ajeng Kartini. Seorang perempuan yang memiliki peran besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Ia adalah seoran muslimah yang taat dan memiliki semangat belajar yang tinggi.
Dalam surat-surat yang ditulis untuk temannya di Belanda, ia menyatakan keinginannya untuk menerjemahkan naskah kitab-kitab Islam ke bahasa Indonesia agar muslim Indonesia dapat memahaminya. R.A. Kartini juga terinspirasi denga salah satu ayat Al-Qur’an, yakni surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: “Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” Akan tetapi sangat disayangkan, sebab selama ini yang dicekoki kepada kita semua adalah Kartini seorang yang menyuarakan emansipasi wanita, yang memperjuangkan kesamaan gender di Indonesia. Nyatanya ini adalah bentuk pengaburan sejarah yang diluncurkan para musuh Islam. Padahal Kartini sangat mencintai Islam. Ia tetap berjuang tanpa melupakan fitrahnya sebagai seorang perempuan.
Selain R.A. Kartini, ternyata masih banyak tokoh muslimah Indonesia yang memiliki andil besar dalam perjuangan bangsa. Siapa saja mereka?
Hajjah Rangkaayo Rasuna Said
Beliau adalah seorang muslimah berdarah minang yang lahir pada 14 September 1910 di Agam, Sumatera Barat. Rasuna Said dikenal sebagai pahlawan di bidang pendidikan dengan tulisan-tulisannya yang anti penjajah. Ketika menjadi seorang guru di Diniyah Putri, Rasuna mengajarkan bahwa pendidikan adalah fondasi kemajuan wanita di tanah minang. Kemudian ia turut membahas masalah politik dan memiliki rencana agar politik dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Hanya saja harapannya tidak dikabulkan. Karena sering mengkritik pemerintah kolonialisme, Rasuna menjadi muslimah pejuang pertama yang terkena hukum kolonial Belanda yang disebut speechdelict.
Dari perjuangan beliau, kita bisa berkaca, sudah sejauh mana kontribusi kita terhadap anak bangsa? Bahkan hukuman-hukuman yang beliau terima tak menghalanginya untuk tetap berjuang menyuarakan kebenaran dengan menjadi seorang jurnalis dalam sebuah majalah mingguan: Menara Poetri.
Engku Putri Raja Hamidah
Ia adalah putri pertama Raja Haji, Yang Dipertuan Muda Riau Lingga IV. Engku Putri dikenal sebagai sosok tangguh dan berhati baja, melawan sekuat tenaga untuk mempertahankan kerajaan Riau Lingga sebagai negeri yang berdaulat, bukan hanya melawan kesewenangan kekuasaan Sultan Riau Lingga Abdurrahman dan Yang Dipertuan Muda Djaafar yang telah melanggar pantang dan menyepelekan adat istiadat, dan tidak menghargai pendapat dan nasehat sang pemegang Regalia. Tetapi, perlawanan yang lebih keras dan perjuangan yang lebih berat, adalah ketika ada kekuatan asing yang ingin merampas Regalia itu, bagi kepentingan kekuasaan dan politik mereka.
Engku Putri tidak ikut mengangkat senjata, mengangkat kelewang, menembakkan Meriam seperti ayahnya, Raja Haji Fisabilillah. Tetapi ia melawan dengan keteguha hati, kekuatan jiwa. Ia melakukan pemberontakkan secara kultural terhadap kekuasaan asing yang ingin menghancurkan kebudayaan negeri.
Siti Walidah Ahmad Dahlan
Ibunda Siti Walidah adalah istri dari Ahmad Dahlan, the founding father of Muhammadiyah. Beliau mendirikan sebuah organisasi khusus perempuan yang dikenal dengan nama ‘Aisyiyah. Saat pertama kali organisasi tersebut didirikan, Ibunda Siti mengajarkan kaum perempuan Kauman membaca Al-Qur’an.
Yang menjadi inspirasi bagi Ahmad Dahlan dan Siti Walidah untuk membumikan dakwah di Indonesia ialah surat An-Nahl ayat 93.
BACA JUGA: Inilah Muslimah yang Menginspirasi Lahirnya ‘Nike Pro Hijab’
“Dan jika Allah menhendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi, kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.”
Ayat di atas memberikan penafsiran bahwa selagi kita muslim, baik laki-laki maupun perempuan, kita memiliki misi yang sama, yakni menyebarkan Islam seluas-luasnya.
Peran muslimah itu sendiri terbagi atas tiga, yakni: menjadi perempuan salihah, istri yang taat, dan sekolah pertama bagi anak-anak. Maka yang dimaksud dengan tanpa melupaka fitrah kita ialah sebanyak apapun aktivitas kita di luar sana, sebaik apapun profesi yang sedang kita jalani, maka jangan pernah melalaikan apa yang menjadi tugas utama kita bagi diri sendiri dan keluarga. Bahkan sebagai muslimah, kita tak pernah dilarang untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya, sebab anak-anak kita butuh seorang ibu yang cerdas agar ia tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi agama dan negara.
Hajjah Rangkaayo Rasuna Said, Engku Putri Raja Hamidah, dan Siti Walidah Ahmad Dahlan adalah tiga dari sekian banyak pejuang muslimah Indonesia yang rela mengorbankan segalanya demi kemerdekaan bangsa. Meski mereka perempuan, itu tak menjadi hambatan terus berjuang. Mereka menjadi role model untuk kita sebagai muslimah generasi bangsa, bahwa kita tetap bisa berkarya tanpa melupakan fitrah kita sebagai seorang perempuan. Muslimah seperti kita tetap bisa menjadi seorang orator handal dan jurnalis yang berani seperti Hajjah Engku Rasuna Said. Selain itu kita juga bisa menjadi penggerak bagi perempuan lainnya untuk melahirkan karya-karya di bidangnya masing-masing atau bahkan menjadi seorang istri yang mendukung dakwah suami layaknya Siti Walidah Ahmad Dahlan.
Maka semua kembali kepada diri kita masing-masing. Bagaimana kontribusi kita di masa sekarang dalam rangka mengisi kemerdekaan bangsa kita, menghargai segala jerih payah pahlawan yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi Indonesia.
“Muslimah memiliki peran yang sangat besar sepanjang sejarah Islam, tidak ada keberhasilan dakwah tanpa melibatkan potensi muslimah” (Ustad Cahyadi Takariawan)
Pesan saya untuk semua perempuan di Indonesia, terkhusus para muslimah, jangan jadikan identitasmu sebagai perempuan Islam menjadi hambatan dalam berkarya untuk Indonesia. Buktikan, bahwa kita bisa berkilau dengan fitrahnya kita sebagai seorang muslimah. Jadi, ayo muslimah, tunjukkan kemampuan kepada dunia, khususnya Indonesia! []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.