JAKARTA—Perhelatan Asian Games 2018 digelar di Jakarta-Palembang. Indonesia sebagai tuan rumah sukses menggelar pembukaan pesta olahraga bergengsi itu dengan meriah. Ini tak lepas dari kerja sama berbagai pihak, khususnya Komite Olahraga Indonesia (KOI) dan Indonesian Asian Games Organizing Committee (Inasgoc) yang diketuai Erick Thohir.
Erick Thohir mengemban tanggung jawab besar terhadap pergelaran Asian Games 2018 di Indonesia. Dia mengaku banyak masalah yang harus dihadapi, salah satunya yang berat adalah soal anggaran yang mepet.
BACA JUGA:Â Ada Pembukaan Asian Games, Deklarasi #2019GantiPresiden di Bandung Tak Jadi Digelar
Berikut adalah petikan wawancana Erick yang dikutip dari Tempo, terkait pergelaran Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Pemerintah hanya mengabulkan sekitar setengah dari anggaran yang diajukan Inasgoc. Apa dampaknya bagi penyelenggaraan Asian Games 2018?
Filosofinya begini, Rp 8,7 triliun itu adalah total perkiraan anggaran tanpa sponsor swasta. Itu termasuk biaya-biaya berdasarkan host city contract (kontrak kerja tuan rumah) dengan Dewan Olimpiade Asia (OCA) yang sudah terjadi sebelum saya menjadi panitia, seperti US$ 45 juta atau sekitar Rp 700 miliar untuk OCA buat biaya penyiaran dan kehumasan. Jadi bukan aji mumpung dan ingin mengambil uang negara.
Apakah pengajuan Anda terlampau tinggi?
Sebagai penyelenggara, kami ingin di zona sempurna. Berpikirnya memang harus seperti itu. Tapi, sebelum anggaran dipastikan dipotong, kami sudah mulai ada feeling. Maka kami bernegosiasi dengan OCA untuk meniadakan Asian Youth Games, yang sejatinya rangkaian pendahulu Asian Games 2018. Kami sampaikan tidak mungkin melaksanakannya karena panitia baru terbentuk November 2015. Dana saat itu hanya Rp 52 miliar. OCA oke. Asian Youth Games kami ganti dengan test event Februari mendatang dan kita berhemat Rp 600 miliar. Keputusan itu tercapai sebelum Pak Jusuf Kalla menjadi ketua dewan pengarah, April lalu. Beliau lalu mengarahkan mesti lebih efisien lagi jadi Rp 4,5 triliun.
Hitungan Rp 4,5 triliun itu berdasarkan apa?
Pak Jusuf Kalla berpikir kami bisa mendapatkan sponsor dan memotong ini-itu. Beliau lebih tahu dinamika keuangan negara. Lebih baik begitu daripada, misalnya, oke di awal tapi saat last minute tidak ada anggaran.
Penghematan yang panitia lakukan masih jauh dari batas anggaran?
Dikurangi perhitungan biaya untuk OCA dan peniadaan Asian Youth Games, anggaran kami jadi Rp 7,4 triliun. Kami cari penghematan lain. Misalnya hanya 36 tayangan live. Test event bridge, tinju, dan taekwondo kami gabungkan di JIExpo Kemayoran supaya menghemat sewa tempat dan transportasi. Begitu juga sepak bola, digeser dari Bandung ke Bekasi supaya lebih dekat dari penginapan atlet di Kemayoran. Honor panitia test event pun tidak akan sama besarnya dengan Asian Games. Kami belum tahu bisa mencapai batas Rp 4,5 triliun atau tidak.
Pengurus cabang olahraga tidak keberatan?
Mereka setuju. Habis mau bagaimana? Kami harus lakukan efisiensi. []
SUMBER: TEMPO