Oleh: Emma Elhira
SALAH satu yang dilupakan dalam hubungan suami istri adalah saling memuji satu sama lainnya. Istri lupa memuji suami dan suami lupa memuji istrinya. Padahal pujian seperti ini bisa membangkitkan hubungan yang mungkin makin lama semakin redup.
Ya, tak jarang semakin lama sebuah pernikahan semakin hilang romantisme diantara pasangan. Jangankan untuk memuji, kadang panggilan pada isteri saja menjadi berubah dari ‘ibu sayang’ menjadi ‘ibu ndut’. Demikian juga nomor kontak di handphone. Cukup tertulis ‘Umi’ atau ‘Abi’ tanpa disertai embel-embel apapun. Kalah sama gaya pacarannya anak zaman now. Mereka menulis caption di medsos pun sudah bak pujangga saja. Tak pernah melepas kalimat sayang pada setiap caption photo mereka berdua. Padahal masih anak bau kencur.
Hilang respect dan gengsi
Pada umumnya ketika sudah lama menikah, yang terjadi pada pasangan adalah kehilangan respect akibat terlalu banyaknya masalah yang terjadi selama menjalani biduk rumah tangga. Hormat pada suami sudah lama terkikis, begitu juga rasa mahabah pada isteri yang semakin luntur, merasa anak-anak lebih membutuhkan curahan kasih sayang daripada beromantis-romantisan dengan isteri. Gengsi juga jadi pemicu hilangnya pujian diantara keduanya. Sama-sama keras kepala merasa harusnya isteri yang memperlakukan yang terbaik buat suami atau sebaliknya. Si Isteri merasa harusnya suami yang memberi pujian atas kerja kerasnya dirumah dan mendidik anak-anaknya menjadi anak berprestasi dan sholih.
BACA JUGA: Ini 10 Prinsip Berumah Tangga untuk Suami Istri
Terbukti dalam sebuah rumah tangga masih ada obrolan ringan yang tak terlalu lucu seperti ” Harusnya abi bangga sama umi, liat anak-anak umi didik menjadi anak yang berprestasi lagi sholih dan sholihah” atau ” harusnya umi bersyukur abi masih disini bersama umi, masih setia menafkahi keluarga.”
Obrolan suami isteri semacam apa itu, padahal keduanya adalah sama-sama kewajiban yang harus dilakukan tanpa perlu diungkapkan pada pasangan. Seharusnya yang ada adalah ungkapan rasa bahagia berupa pujian serta apresiasi dari masing-masing atas kerja keras isteri atau suami.
Pujian bagi seorang istri
Pujian pada istri adalah bagian dari berbuat maruf yang diperintahkan Allah seperti dalam ayat,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
Pujian pada istri tanda baiknya seorang suami padanya. Apalagi melihat perjuangan istri di rumah dengan mendidik anak dan mengurus berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan memperhatikan kebutuhan suami.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat 19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400)
Berbuat ma’ruf adalah kalimat yang sifatnya umum, tercakup di dalamnya seluruh hak istri.
Pujian bagi seorang isteri ibarat setitik oase digersangnya padang sahara. Dia bagai air hujan yang membasahi gersangnya tanah. Yang bisa membangkitkan tanaman yang layu karena kekurangan air. Dia juga bisa jadi penguat kakinya melangkah dalam beratnya menjalani kehidupan sebuah rumah tangga. Dia bagai penyangga dari lelahnya menjalani rutinitas keseharian yang tak pernah berhenti dari mulai terbangun pada dini hari hingga mata lelah terpejam dimalam hari.
BACA JUGA: “Prolog” dalam Hubungan Suami Istri, Penting!
Lihatlah contoh Nabi kita, beliau memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sang istri tercinta dengan panggilan Humaira, artinya wahai yang pipinya kemerah-merahan. Karena putihnya ‘Aisyah, jadi pipinya biasa nampak kemerah-merahan.
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
دَخَلَ الحَبَشَةُ المسْجِدَ يَلْعَبُوْنَ فَقَالَ لِي يَا حُمَيْرَاء أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِي
“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) pernah masuk ke dalam masjid untuk bermain, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku, “Wahai Humaira (artinya: yang pipinya kemerah-merahan), apakah engkau ingin melihat mereka?” (HR. An Nasai dalam Al Kubro 5: 307).
Lihatlah bagaimana panggilan sayang tetap melekat pada suri tauladan kita yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian kekasih Allah mencontohkan sedemikian gamblang dan terang benderang, lantas kita sebagai orang yang mengaku pengikutnya malah merasa gengsi untuk mempraktikan apa yang dicontohkan nabiullah tersebut.
Jadi, janganlah sekali-kali mengeluarkan kata-kata jelek atau merendahkan dari mulut seorang suami. Kata-kata buruk, baik ejekan atau tuduhan bagi seorang isteri bagai godam yang menghancurkan hati sekaligus kekuatan seorang wanita. Satu kata buruk saja keluar dari mulut seorang suami, maka bisa menenggelamkan perasaannya pada dasar hati yang terdalam.
Kembali dikisahkan pada suatu hadist:
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Mulailah memuji istri
Pujian dari suami pada istrinya tidak butuh biaya atau ongkos mahal. Yang dibutuhkan adalah ketulusan dan rasa cinta pada pasangan. Memberi pujian dapat diungkapkan dengan kalimat-kalimat ringan, seperti: “Masakan umi hari ini luar biasa, loh!” atau ” Hari ini umi cantik sekali.” Meski kadang kenyataannya tak sama. Tapi itu bisa membangkitkan gairah baru dalam rumah tangga. Bukankah senyuma isteri itu bagai nikmat dunia dan seisinya. Bayangaka jika rumah sudah kehilangan senyum dari seorang isteri, rumah serasa suram. Bagai kuburan keramat yang tak terjamah. Seram.
Mulailah memuji dengan hal-hal terkecil. Masa dengan pekerjaan istri yang begitu berat di rumah tidak ada satu pun pujian dari suami yang disematkan untuknya, walau dengan memuji masakan, sifat rajin, atau penampilan cantiknya.
Ingatlah bahwa pujian sangat signifikan berpengaruh terhadap perasaan pasangan, khususnya bagi istri yang akan merasa dihargai, dipercayai dan dihormati oleh suaminya. Tanpa pujian atau perhatian, mungkin yang ada hanya kecenderungan untuk saling mencela dan merendahkan pasangan. Semoga dengan kata pujian yang tulus dari hati semakin merekatkan hubungan mesra yang ada. Aamiin. []