Proses lamaran sebelum pernikahan hendaknya menjadi sebuah proses yang penuh keberkahan. Bagaimana adab melamar dalam islam agar menuai keberkahan tersebut?
Inilah Adab melamar dalam Islam yang kami kutip dari Abiummi.com
- Meminta Izin pada Wali Sang Wanita yang akan Dilamar
Saat seorang pria ingin melamar wanita, ia harus meminta izin dan pendapat terlebih dahulu. Jika diizinkan, barulah proses lamaran akan berlanjut pada proses pernikahan antara kedua calon. Cara melamar wanita adalah dengan menanyakan pendapatnya. Jika ia diam saat ditanya, artinya ia mengizinkan dan ridha dengan pria yang melamarnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah engkau menikahkah janda sampai engkau meminta pendapatnya dan janganlah engkau menikahkan perawan sampai engkau meminta izinnya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana kita tahu dia mengizinkan?” Beliau pun bersabda, “Dia diam saja.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: Wanita Melamar Pria, Bolehkah?
- Dampingi Wanita Selama Proses Lamaran
Wanita yang baik akan selalu menjaga dirinya. Ia tidak akan berkumpul berduaan dengan pria mana pun selain suami atau mahramnya. Oleh karena itu, saat melamar wanita, hendaklah dari pihak keluarga mendampingi wanita untuk proses lamaran sehingga tidak menimbulkan fitnah. Cara melamar wanita ini terbukti lebih menjaga kemuliaan keduanya sehingga setan enggan menghampiri.
Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah laki-laki berduaan dengan wanita di tempat yang sepi dan janganlah wanita bepergian, kecuali dengan mahramnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
- Melihat Wanita yang akan Dilamar
Pihak wanita boleh mengumpulkan informasi mengenai pria yang melamarnya, seperti tentang latar belakangnya, akhlaknya, juga ibadahnya. Begitu pun sebaliknya, pria yang melamar boleh melihat wanita yang akan ia lamar. Ini bertujuan agar muncul kebaikan yang akan makin menguatkan keputusan menikah tersebut.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan, lalu Rasulullah saw. bersabda, “Pergilah untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua.” Setelah itu, ia melihatnya, kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu. (H.R. Ibnu Majah: disahihkan oleh Ibnu Hibban dan beberapa hadis sejenis juga ada, misalnya diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Imam Nasai). []