JUJUR saja apa yang Anda rasakan ketika membaca atau bahkan mendengar saat para ulama atau juga para motivator menceritakan kisah-kisah keajaiban shadaqah? Tergerak, termotivasi dan bahkan langsung bertindak mengeluarkan dompet, memberikan shadaqah terbaik kita.
Tentu tidak ada yang salah dengan hal itu, kita justru perlu selalu diingatkan oleh para ulama, motivator untuk dapat terus bershadaqah, berinfaq dan tentunya menunaikan kewajiban zakat. Tak terkira banyaknya kisah-kisah keajaiban bershadaqah yang telah disampaikan, baik dari kisah para sahabat hingga pengalaman-pengalaman ulama dan para motivator. Dan apakah kita ragu akan keajaiban shadaqah itu?
Tak mungkin kita meragukan apa yang telah Allah janjikan.
Namun sepertinya masih banyak yang enggan bershadaqah, atau beberapa ulama masih sulit untuk mengajak shadaqah tanpa harus mengawalinya dengan kisah-kisah yang penuh keajaiban. Seorang aktivis dan juga ustadz bercerita ia merasa mengapa sulit sekali mengajak orang untuk bershadaqah. Padahal Rasulullah bersabda bahwa “tidak akan jatuh melarat siapa yang gemar bershadaqah.”
Saat mengajak bershadaqah dengan cerita-cerita hikmah, memang cukup banyak yang mau mengeluarkan hartanya secara spontan, tetapi ketika acara taklim selesai ia melihat para jamaah kemudian memburu bazaar di halaman mesjid dan dapat dengan mudah mengeluarkan beberapa ratus ribu untuk membeli pakaian, makanan atau yang lainnya.
Belakangan kemudian ia baru paham bahwa shadaqah itu adalah bentuk dzahir dari iman itu sendiri. Shad, dal dan qaaf adalah tiga huruf yang bergabung menjadi shadaqah yang arti harfiahnya adalah benar. Shadaqah adalah pembenaran/legitimasi bahwa benar si fulan itu adalah orang yang beriman, bukti dia beriman karena dia bershadaqah.
Tak dipungkiri di era teknologi informasi yang supercepat menyebar ini, kita melihat ustadz-ustadz yang populer dengan tema shadaqah bisa disambut dengan luar biasa. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, rata-rata mereka ‘tersihir’ dengan impact dari shadaqahnya, seperti semakin kaya, bisnis yang lancar, dapat jodoh yang ideal dan lain-lain. Akhirnya sekian banyak juga yang kecewa ketika harapannya tidak terkabul dalam durasi waktu tertentu.
Awalnya shadaqah atau dengan bahasa simpelnya shadaqah, dorongannya adalah iman/keberimanan tidak ada kalkulasi untung rugi. Lalu bagaimana agar dapat selalu bershadaqah dan berinfaq hanya karena Allah demi merain ridha Nya?
Dalam surat Al Baqarah 260 ada sebuah kisah yang cukup inspiratif.
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
BACA JUGA: Sedekah Tidak Menunggu Kaya
Menyikapi kisah Nabi Ibrahim yang dikisahkan dalam surat Al Baqarah 260 tersebut Rasulullah SAW bersabda di depan para sahabat. “Kita lebih berhak ragu daripada bapak kita Ibrahim AS…”
Perhatikanlah dan cermatilah sabda Rasulullah tersebut…
Artinya jika sekelas Nabi Ibrahim AS saja membutuhkan pembuktian karena terselip rasa ragu…maka Rasulullah SAW berkomentar jika “kita” dalam arti beliau sendiri dan pada sahabat lebih wajar ragu, dan berhak meminta pembuktian kepada Allah.
Dan bagaimanakah dengan kita sekarang…? Tidak berjumpa dengan Rasullah SAW dan tidak menyaksikan wahyu turun sebagaimana para sahabat…
BERSAMBUNG