BANDUNG—Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengakui kebenaran hasil sidak Ombudsman soal adanya perbedaan ukuran sel di Lapas Sukamiskin Bandung. Salah satunya, sel Setya Novanto yang ditemukan lebih besar dari napi yang lain.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkumham Aidir Amin Daud, mengatakan, ukuran sel yang besar dan kecil disebut sebagai peninggalan sejarah.
“Sebenarnya ada dua, ruangan kecil dan besar, sejarahnya itu,” ucap Aidir, Ahad (16/9/2018).
Aidir menjelaskan Lapas Sukamiskin merupakan bangunan heritage peninggalan sejarah. Pada jaman dahulu, kata dia, Lapas Sukamiskin digunakan oleh Belanda untuk menawan perwira dan prajurit yang bermasalah. Gegara ada perbedaan antara perwira dan prajurit itulah, kata dia, dibuat sel dengan ukuran yang berbeda-beda.
“Dulu itu Sukamiskin tempat memenjarakan opsir-opsir Belanda yang melakukan pelanggaran. Untuk opsir yang kere-kere itu di bagian bawah makanya ruangannya kecil-kecil. Kalau yang perwira-perwira yang melanggar itu di atas, makanya ruangannya lebih besar,” tutur Aidir.
Soal penempatan napi koruptor yang rata-rata di lantai atas dengan ruangan lebih besar, Aidir menyebut hal itu bukan kebijakannya.
“Saya enggak tahu kalau itu gimana kebijakannya, cuma itu saya tahu ceritanya yang pernah saya dengar seperti itu (sejarahnya),” kata dia.
Sebagai bangunan heritage, kata Aidir, pihak Kemenkumham tidak bisa mengubah Lapas Sukamiskin. Sehingga adanya bangunan besar dan kecil itu merupakan peninggalan jaman dahulu yang sampai saat ini belum dilakukan perubahan.
“Enggak mungkin itu diubah, dirombak karena sebenarnya itu heritage,” ucap Aidir.
Hal itu pula yang menjadi alasan penambalan tembok-tembok di setiap ruangan para napi rata-rata ada yang sudah rusak dengan memasang wallpaper, seperti yang tampak dalam foto Ombudsman saat sidak di kamar Setya Novanto pada Kamis (13/9/2018).
“Apa yang diperbaiki kira pikirlah dikasih wallpaper. Kalau wallpaper-nya dirobek, itu kan sudah hancur temboknya, bisa lebih rusak lagi, kasihan orang,” kata Aidir. []
SUMBER: DETIK