Dikisahkan. Suatu hari Nabi Dawud a.s sedang membaca kitab Zabur. Ia merasakan kedamaian yang amat sangat. Lalu ia berkata, “Tidak ada yang lebih abid (bagus ibadahnya/ahli ibadah) dibandingkan dengan diriku.”
Tak lama kemudian Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Naiklah engkau ke sebuah gunung. Engkau akan mendapati seorang petani yang telah beribadah kepadaku selama 700 tahun. Ia selalu memohon ampunan kepada-Ku atas dosa yang ia lakukan, padahal ia tak berdosa di sisi-Ku. Suatu hari ia berjalan di sebuah bukit, sedangkan ibunya berada di bawah bukit tersebut. Ibunya kemudian tertimpa tanah bekas pijakan lelaki itu. Ia lebih abid daripada engkau. Pergilah engkau kepadanya, dan sampaikan berita gembira ampunan dari-Ku.”
Nabi Dawud pun bergegas menaiki gunung. Namun yang ditemuinya hanya seseorang yang begitu kurus. Tulangnya nampak menonjol. Saat Nabi Dawud tiba, lelaki itu tengah menunaikan salat.
Setelah lelaki itu selesai melaksanakan salat, Nabi Dawud menghampirinya.
“Assalamua’alaikum,” salam Nabi Dwaud a.s.
“Wa’alaikum salam. Siapa engkau?” jawab lelaki itu.
“Aku Dawud a.s.”
“Jika aku tahu engkau Dawud aku tak akan menjawab salam-mu sebab engkau telah melakukan suatu kesalahan. Dan hingga engkau sampai di gunung ini engkau belum memohon ampun kepada Allah,” ujar lelaki itu.
“Demi Allah saat aku menaiki bukit dan ibuku berada di bawah bukit itu, aku menjatuhkan tanah bekas injakanku hingga menimpa ibuku. Ibuku meninggal karena tanah bekas pijakanku itu,” adu lelaki itu kepada Dawud a.s.
“Aku tidak tahu apakah ibuku ridho atau murka kepadaku. Aku terus memohon ampun kepada Allah selama 700 tahun karena aku menyangka bahwa ibuku murka kepadaku. Aku terus berharap Allah ridha atas diriku, begitu juga dengan ibuku.”
“Selama ini aku tidak pernah merasa kenyang dengan makanan yang aku makan. Begitu pula minuman yang kuminum tidak pernah menghilangkan dahagaku. Aku takut Allah menyiksaku dengan siksaan yang pedih karena dosaku itu,”
“Sekarang aku ingin engkau pergi, karena engkau mengganggu ibadahku.”
Nabi Dawud kemudian tersenyum lalu berkata, “Sesungguhnya Allah mengutusku kemari untuk mengabarkan berita gembira untukmu. Allah telah mengampunimu dan meridhaimu. Sesungguhnya ibumu juga meninggal dalam keadaan ridha kepadamu. Iai tidak berada di bawah bukit yang kau naiki dan tidak pula tertimpa tanah bekas pijakanmu.”
Mendengar berita gembira itu, si lelaki itu kemudian berkata, “Demi Allah aku tidak ingin hidup lebih lama lagi.“
“Ya Allah, cabutlah nyawaku sekarang juga,” doa lelaki itu karena takut melakukan dosa yang membuat keridhoan Allah tidak lagi menyertainya.
Laki-laki itu seketika meninggal. Allah mengabulkan pintanya.
Semoga Allah merahmatinya.
Disadur dari buku “The Golden Stories” karya Fuad Abdurrahman dan Abdullah Nur.