NEW YORK—Penyelidik PBB menerbitkan laporan ekstensif yang merinci bukti-bukti tuduhan genosida terhadap militer Myanmar, yang melakukan pembersihan etnis Rohingya sejak 2012. Laporan itu diterbitkan pada 18 September 2018 lalu dan dipublikasikan media internasional, The Guardian.
“Militer Myanmar [Burma], yang dikenal sebagai Tatmadaw, telah melakukan kejahatan paling berat di bawah hukum internasional,” semikian bunyi laporan dari misi pencarian fakta yang disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC).
Laporan setebal 440 halaman itu berisi catatn mengerikan tentang pembunuhan, rudapaksa, penyiksaan, dan penembakan membabi buta diduga dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap orang Rohingya serta kelompok minoritas lainnya.
BACA JUGA: Mimpi Keadilan untuk Muslim Rohingya
“Saya tidak pernah dihadapkan dengan kejahatan yang mengerikan dan dalam skala seperti ini,” kata Marzuki Darusman, ketua misi tersebut.
Laporan itu juga menyerukan para pemimpin militer Myanmar senior, termasuk panglima tertinggi, Min Aung Hlaing, untuk dituntut karena genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.
“Setiap keterlibatan dalam bentuk apa pun dengan Tatmadaw, kepemimpinannya saat ini, dan bisnisnya tidak dapat dipertahankan,” kata laporan itu.
Para penyelidik dan staf pencari fakta telah menghabiskan 15 bulan untuk memeriksa perilaku militer Myanmar dan kelompok bersenjata lainnya di negara bagian Rakhine, Shan, dan Kachin, setelah adanya laporan pelanggaran hak asasi manusia selama bertahun-tahun di sana.
Awalnya, akses mereka ke Myanmar ditolak oleh pemerintah tetapi mereka kemudian berhasil mewawancarai 875 saksi yang melarikan diri dari negara itu.
Mereka hampir enam bulan memasuki misinya pada bulan Agustus 2017 ketika militan Rohingya menyerang serangkaian pos polisi Myanmar dengan pisau dan bom kecil. Peristiwa itu memicu ‘genosida’ oleh militer Myanmar terhadap muslim Rohingya.
Pemerkosaan dan kekerasan seksual menjadi fitur yang sangat mengerikan dan berulang-ulang dilakukan Tatmadaw. Peneliti menyebut, citra satelit yang termasuk dalam laporan menunjukkan hampir 400 desa secara harfiah dihapus dari peta.
Akibatnya, 700.000 anggota kelompok minoritas Muslim Rohingya harus mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh. Bahkan, Lebih dari 1,700 orang Rohingya masih melintasi perbatasan ke distrik Cox’s Bazar di Bangladesh selatan setiap bulannya.
Atas kejadian itu, diperkirakan bahwa setidaknya 10.000 orang Rohingya telah tewas dalam dua bulan setelah tindakan keras militer pada bulan Agustus 2017. Korbannya juga termasuk 750 orang di desa Min Gyi, yang dikenal oleh Rohingya sebagai Tula Toli.
BACA JUGA: Perdana Menteri Bangladesh: IDB Tak Boleh Diam Terhadap Pengungsi Rohingya
menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA) alam laporannya baru-baru ini yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’, diketahui bahwa pada 25 Agustus 2017, Myanmar memerintahkan tindakan keras militer terhadap minoritas etnis Muslim. Imbasnya, menewaskan hampir 24.000 warga sipil dan memaksa 750.000 orang lainnya melarikan diri ke Bangladesh.
OIDA bahkan meningkatkan perkiraan jumlah Rohingya yang terbunuh menjadi 23.962 (± 881) dari angka sebelumnya sebesar 9.400.
Salam laporan itu juga dijelaskan soal penyiksaan dan penderitaan yang dialami etnis Rohingya. , lebih dari 34.000 orang Rohingya dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli.
Laporan itu juga menyebut, 17.718 (± 780) wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak, dan perempuan telah melarikan diri dari Burma dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Burma melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas. []
SUMBER: GUARDIAN | ABOUT ISLAM