Oleh: Anis Harmayani
Ketika saya hampiri, dia hanya tersenyum.
“Di rumah ada barang yang sudah nggak dipakai? Nanti bapak beli ya, sekarang Bapak jual beli barang bekas juga Neng…” ujarnya.
BACA JUGA: Syarat Bersyukur?
“Tidak Pak, saya hanya mau menyapa Bapak. Dulu Bapak kalo mulung menggunakan karung ya, Pak…”
“Iya, Neng,” ujarnya. “Neng masih ingat ya. O iya Neng, kemana saja Bapak udah lama ngga liat Neng di rumah itu lagi?”
“Iya Pak, saya sudah pindah. Bapak sudah lama pakai gerobak? Jadi sekarang Bapak ngga berat lagi memikul karung ya, Pak…” ujar saya.
“Iya Neng, Bapak tinggal dorong saja, jadi lebih gampang, puji syukur, Neng…”
“Iya Pak, syukur alhamdulilah ya, Pak…”
“Iya Neng, cita-cita Bapak tercapai ingin punya gerobak dorong ini…”
Saya terdiam. Segala perasaan berkecamuk dalam hati. Terharu, sedih, trenyuh dan ikut seneng melihat bapak itu ‘berhasil’ mendapatkan apa yang dia impikan; mempunyai gerobak dorong yang bisa memudahkannya dalam ‘bekerja’. Apalagi sekarag dia juga sudah bisa ‘beli’ barang bekas, jadi tidak sekadar memulung saja.
Makna sukses itu relatif bagi setiap orang. Tergantung dari sudut pandang mana kita menilai arti dan makna kesuksesan tersebut.
BACA JUGA: 4 Cara Bersyukur pada Allah SWT
Melalui bapak pemulung itu, saya jadi merasa ‘diingatkan’ bahwa jangan lupa untuk selalu bersyukur dengan apa yang sudah kita raih tanpa melihat besar kecilnya hasil dari apa yang kita harapkan dan panjatkan dalam setiap doa-doa selama ini. []