BERSAMAAN dengan ramainya berita tentang gempa Palu dan donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) sejak Jumat (28/9/2018) lalu, Badan Pusat Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi salah satu instansi yang diburu untuk mencari informasi terkini terkait bencana tersebut.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas BNPB pun menjadi tokoh sentral dalam menginformasikan perkembangan terkait gempa di Sulteng. Sutopo juga dituntut sabar meladeni semua pertanyaan yang datang padanya. Tak banyak yang tahu bahwa Sutopo menjalani tugasnya dalam kondisi sakit.
BACA JUGA: BNPB Siapkan Dana Darurat 560 Miliar untuk Bantuan Gempa Palu
Saat ini Sutopo menderita kanker paru-paru stadium lanjut. Kendati demikian, dia tetap berusaha bekerja maksimal, berdiri di garis terdepan memberikan informasi sebenar-benarnya pada masyarakat di tengah ragam kabar hoaks dari peristiwa yang terjadi.
Suatu malam, Sutopo yang tegar melawan sakitnya itu mengirimkan pesan permohonan maaf kepada awak media.
“Mohon Maaf, belum bisa melayani media dengan prima,” begitu pesannya kepada media pada Ahad (30/9/2018) malam lalu.
Dalam pesan singkatnya itu, Sutopo menjelaskan soal kesehatannya yang menuntut dirinya berusaha tetap prima mengabarkan semua informasi terkini dari gempa Donggala dan Palu. Walaupun, katanya, rasa sakit itu sering kali datang dan membuat dirinya tak berdaya.
“Namun, mohon maaf kondisi fisik saya tidak bisa ditipu. Sakit kanker paru-paru stadium 4B yang telah menyebar di beberapa bagian tubuh menyebabkan saya lemah. Rasa sakit yang mendera juga menyebabkan sulit untuk tidur nyenyak.
Sekali lagi, mohon maaf saya tidak dapat melayani dengan prima semua pertanyaan rekan-rekan media. Jika sehat pasti saya lakukan kapanpun, di mana pun, bagaimanapun selama 24 jam 7 hari seminggu.”
Berikut lengkapnya pesan singkat dari Sutopo tersebut:
“HP saya tak berhenti berdering. Whatsapp pertanyaan dari media dan lainnya juga terus masuk. Banyak sekali telpon yang saat saya angkat ternyata bukan hanya dari media. Tapi dari staf Kedutaan, Konsuler, Kementerian/Lembaga, dan masyarakat yang menanyakan kondisi di Sulteng sana.
Entah memperoleh no telpon dari mana, banyak masyarakat yang menanyakan ke saya tentang orangtuanya, anak, saudara, kerabat, teman dan lainnya yang belum dapat dihubungi sampai saat ini di tempat bencana sana. Orang asing pun banyak yang telepon atau whatsapp menanyakan korban dan penanganan.
Saya harus melayani dan menjelaskan semuanya. Harus sabar, telaten dan membesarkan hati masyarakat yang kehilangan saudaranya. Komunikasi memang lumpuh. Saya sendiri kesulitan mencari data.
Jadi mohon maaf teman-teman media saya tidak dapat melayani wawancara satu per satu. Jika ada update pasti segera saya sampaikan di wag Medkom. Total ada 6 wag medkom, 14 wag wapena (wartawan lokal) dan 1 wag pers BNPB yang harus saya berikan info terus menerus. Ada lebih 3.000an wartawan yang harus saya layani. Saya broadcast melalui wag dan japri semua info bencana.
Mohon maaf saya tidak dapat menjawab pertanyaan lisan dan tulisan satu per satu. Mohon maaf tidak bisa wawancara ke studio.
Kondisi saya masih sakit. Masih pemulihan dari kanker paru-paru. Fisik rasanya makin lemah. Nyeri punggung dan dada kiri menyakitkan. Rasa mual, ingin muntah, sesak napas, daan lainnya saya rasakan. Bahkan tulang belakang saya sudah bengkok karena tulang terdorong massa kanker, makanya jalan saya miring.
Tapi saya tetap berusaha melayani rekan-rekan media dengan baik. Setiap hari saya gelar konprensi pers dan saya siapkan bahan paparan yang lengkap agar media tidak salah kutip. Semua data yang saya miliki selalu saya berikan utuh. Tak ada yang saya sembunyikan.
Saat konprensi pers jika ada media yang bertanya saya jelaskan dengan panjang, lengkap, dan kadang berulang-ulang kayak saya memberi kuliah mahasiswa. Agar menulis beritanya tidak salah.
BACA JUGA: BNPB: Korban Meninggal pada Gempa di Palu dan Donggala Mecapai 832 Jiwa
Di medsos khususnya di twitter dan IG saya berusaha juga update karena masyarakat luas menunggu.
Namun, mohon maaf kondisi fisik saya tidak bisa ditipu. Sakit kanker paru-paru stadium 4B yang telah menyebar di beberapa bagian tubuh menyebabkan saya lemah. Rasa sakit yang mendera juga menyebabkan sulit untuk tidur nyenyak.
Sekali lagi, mohon maaf saya tidak dapat melayani dengan prima semua pertanyaan rekan-rekan media. Jika sehat pasti saya lakukan kapanpun, dimana pun, bagaimanapun selama 24 jam 7 hari seminggu.
Dengan keterbatasan yang ada mohon dimaafkan jika ada pertanyaan yang tidak dijawab. Penggilan telpon yang tidak diangkat. Undangan wawancara yang tidak bisa dipenuhi hadirnya.
Saya akan tetap melakukan konpresensi pers setiap hari selama darurat ini. Materi pasti saya siapkan. Saat konpres silakan tanya sepuasnya. Tapi jangan pertanyaan asal-asalan dan hanya cari-cari kesalahan. Tanyalah yang berkualitas dan bermutu agar saya menjawabnya juga puas. Lebih wawancara bersama-sama agar efektif waktunya.
Saya masih bisa menolak wawancara dengan media. Tapi dengan masyarakat yang kehilangan saudaranya saat ini saya harus menjelaskan dan membantu dengan sabar.
Kira-kira seperti itu yang ingin saya sampaikan ke teman-teman media. Mohon maaf. Saya juga mohon doanya agar saya segera sehat, sembuh dan bisa beraktivitas normal kembali.
Salam, Sutopo Purwo Nugroho.”
Pesan tersebut menyiratkan bahwa Sutopo yang tak memiliki latar belakang kehumasan formal justru menjadi cermin nyata sosok yang mengabdi dengan hati.
Menurut informasi yang dikutip dari Merdeka, dalam sebuah kesempatan pria yang saat wisuda menjadi lulusan terbaik di UGM itu mengatakan, “angan pernah merasa besar karena jabatan, tapi besarkan jabatan itu di manapun berada. Kerja keras dengan ketekunan dan doa karena orang-orang sukses itu dulunya banyak yang tersiksa dan menyiksa diri.”
Pria yang selalu jujur menceritakan masa lalunya yang penuh dengan keterbatasan tanpa rasa malu ini mengaku saat duduk di bangku sekolah dasar selalu pergi sekolah tanpa alas kaki.
BACA JUGA: BNPB: Jumlah Pengungsi Korban Gempa Palu dan Donggala Capai 16.732 Jiwa
Sutopo pernah bercerita kisah masa lalunya bersama orang tua saat merekatinggal di sebuah rumah kontrakan, hanya beralaskan tanah yang ketika musim hujan bermunculan laron di rumahnya. Laron-laron tersebut kemudian ia tangkap satu-persatu dan dikumpulkan menjadi peyek.
Keterbatasan itu barangkali yang menjadikan Sutopo sebagai sosok yang demikian kuat dan berdedikasi tinggi. Dedikasi itulah yang kemudian memberi kebermanfaatan yang luas dari seorang Sutopo di BNPB kepada masyarakat luas. []
SUMBER: MERDEKA