DALAM memilih calon pendamping hidup jangan coba-coba, sebab pernikahan merupakan hal yang sakral dan istimewa.
Banyak dari kita yang menikah hanya sekali seumur hidup. Pernikahan juga bukan hanya di dunia tetapi semoga Allah SWT mempersatukan di akhirat kelak. Tetapi, apakah berbeda hak antara perempuan yang masih gadis (perawan) dengan perempuan yang telah menikah sebelumnya (janda).
BACA JUGA: Menikahi Janda Sumber Rizki dan Berkah?
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah menikahkan janda sebelum meminta pendapatnya dan janganlah menikahkan perawan sebelum meminta persetujuannya.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa tanda persetujuannya?” Beliau menjawab, “Ia diam, bila malu berbicara.” Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjelaskan hak perempuan untuk memperoleh kebebasan dalam memilih calon suami. Oleh karena itu, anak gadis boleh dinikahkan hanya bila telah dimintai persetujuannya, dan janda hanya boleh dinikahkan bila telah dimintai pendapatnya. Hal itu bukan berarti bahwa mereka boleh menikah tanpa izin wali.
Al-Hafizh, berkata, “Dalam hal ini, tidak ada indikasi (di sanalah) yang menunjukkan bahwa izin wali tidak diperlukan. Sebaliknya, Ada indikasi yang kuat untuk meminta izin wali dalam menikahkan perempuan: gadis atau janda.”
BACA JUGA: Curiga Istri Sudah Tidak Perawan, Apa yang Harus Saya Lakukan?
Imam Al-Nawawi juga mengatakan hak janda ini. Ia berkata, “Ketahuilah bahwa kata ahaqqu (lebih berhak) menunjukkan makna kesertaan (musyaarakah). Artinya, janda mempunyai hak atas dirinya dalam pernikahan dan walinya pun memiliki hak dalam hal tersebut. Namun, hak janda itu lebih kuat daripada hak wali. Oleh karena itu, apabila wali hendak menikahkannya dengan seorang laki-laki yang sederajat, tetapi janda itu menolaknya, ia tidak boleh dipaksa.
“Sebaiknya, apabila ia ingin menikah dengan seorang laki-laki yang sederajat, tetapi walinya mencegahnya, maka wali tersebut boleh dipaksa. Seandainya wali tetap dalam pendiriannya, hakim boleh menikahinya. Hal ini menunjukkan bahwa hak janda dalam penentuan pernikahan lebih besar daripada hak wali.” []
Referensi: E-book 100 Pesan Nabi untuk Wanita Salihah/Badwi Mahmud Al-Syaikh/Al-Bayan Mizan/2006