Oleh Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
Belum kering duka Lombok, Palu dihantan gempa. Ditambah pula tsunami dan likuifaksi yang menelan banyak korban jiwa. Akibatnya, 1.407 jiwa meninggal. Musibah yang begitu berat dialami Indonesia. Tak hentinya bencana terus melanda bumi nusantara. Dalam undang-undang No 27 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dijelaskan bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, biologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang di sebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Itu artinya, semua pihak menyadari bahwa Indonesia memang rawan bencana. Namun, kita telat mengantisipasi. Yang paling disorot adalah peringatan dini tsunami yang berakhir terlalu cepat dan alat pendeteksi tsunami (buoy) yang tak berfungsi sejak 2012. Sementara itu, BMKG menyebut alat pendeteksi dini tsunami berfungsi dengan baik sejak 2011. Pihak BMKG juga memiliki 164 sensor pemantau gempa di Indonesia.
Ada dua hal yang patut menjadi bahan evaluasi. Pertama, fasilitas kebencanaan. Menyadari negeri ini rawan bencana, harusnya negara mampu memfasilitasi segala hal yang dibutuhkan untuk mengurangi resiko jatuhnya korban jiwa. Rusaknya alat pendeteksi tsunami menjadi bukti betapa kecilnya perhatian pemerintah dalam hal ini. Gempa, tsunami, longsor, dan gejala alam lainnya tidak sekali dua kali terjadi. Tapi sudah berulang terjadi. Maka, harus ada program perencanaan, pemetaan, dan analisis terhadap daerah rawan bencana. Kedua, kesiapan masyarakat. Pendidikan dan pembinaan terkait indikasi terjadinya bencana masih minim. Selain itu, pembekalan terkait strategi penyelamatan diri ketika terjadi bencana juga belum optimal. Sehingga masyarakat bisa lebih waspada menghadapinya.
Posisi alam Indonesia yang berdiri di atas jalur gempa tak mungkin dipersalahkan. Karena semua itu sudah ‘settingan’ dari Yang Maha Kuasa. Dibalik kerawanannya, Allah Ta’ala menyelipkan segudang kekayaaan hayati yang luar biasa. Bisa dikatakan Indonesia surganya dunia. Banyaknya gunung aktif menjadikannya memiliki tanah subur yang ditanami berbagai tanaman. Garis pantai yang membujur dari utara hingga selatan membuatnya menjadi primadona dunia. Tak heran banyak negara mengincar kekayaan alamnya.
Namun, keberkahan ini justru menjadi bencana. Mengapa? Sebab, kita lupa mengembalikan pengelolaan alam ini kepada Pencipta. “Telah tampak kerusakan di darat dan laut akibat ulah tangan manusia…” begitu firman Allah Ta’ala. Harusnya bencana ini membuat kita mulai berpikir. Mengapa negeri yang diberi rahmat kekayaan alam yang begitu nyaris sempurna justru mendatangkan murka bagi alam semesta? Seolah alam enggan bersahabat dengan kita. Mari renungkan.
Datangnya musibah dan bencana adalah tanda cinta dari Pencipta. Ibnu Muflih menuturkan, “Seandainya tak ada musibah, niscaya seorang hamba mejadi sombong dan melampaui batas. Maka, dengan musibah itu Allah melindungi dan membersihkan hamba dari dampak buruknya. Maha Suci Allah yang menyayangi hamba dengan musibah dan menguji hamba dengan nikmat-nikmatNya.”
Melalui bencana, Allah mengingatkan kita bahwa Dialah Penguasa sejati alam raya. Tak patut kita berlaku culas bahkan acuh dengan syariat-Nya. Lupa taat karena terlalu banyak maksiat. Anggap saja gempa – tsunami di Palu dan Donggala adalah simulasi kiamat. Itu baru simulasi. Sebagai bentuk cinta Allah agar kita berhenti berbuat mungkar. Sebagai teguran agar kita kembali taat aturan-Nya. Bagaimana jadinya bila kiamat? Sebelum saat itu tiba, tak ada kata terlambat. Mari bertaubat berjamaah. Semoga, Allah ampuni kita atas kelalaian dan dosa tersebab mengabaikan aturan-Nya. ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf, 7: 96). Wallahu’alam bis showab.
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.