SUATU hari Rasulullah bertemu dengan salah seorang sahabatnya yang kondisinya sangat memprihatinkan sehingga mengundang perhatian Rasul sampai Rasul datang. Rasul bertanya, “Mengapa kamu menjadi seperti ini. Orang tersebut menjawab dengan penuh percaya diri, bahwasanya dia menjadi seperti itu justru karena doanya.”
Doanya adalah, “Ya Allah berilah saya kesengsaraan dunia dan jadikan kesengsaraan dunia sebagai indikator bahwa saya akan mendapat kebahagiaan akhirat.” Mendengar jawaban itu Rasulullah hanya bersabda, inginkah aku tunjukkan doa yang lebih baik dari itu?
Lalu dari peristiwa ini turunlah Surat Al-Baqarah ayat 201, “Robbana atina fiddunyaa hasanatan wa fil aakhiroti hasanatan waqinaa adzaabannaari, (Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka).”
BACA JUGA: Ketika Urusan Dunia dan Akhirat Lancar
Jadi Rasul lebih suka kita punya sebuah kerangka berfikir bahwa kita berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akan mejadikan kebahagiaan dunia sebagai jembatan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat.
Itu sebenarnya yang lebih disukai Rasul. Dan bapak-ibu pada musim haji atau yang sudah pergi haji doa yang sering kita baca, doa itu. Jadi doa yang sudah sering kita dengar atau yang sudah familiar dengan pendengaran kita itu doa yang sangat luar biasa.
Doa robbana atina merupakan doa yang paling mewarnai ketika kita melaksanakan ibadah haji dan juga untuk kita yang tidak sedang melakukan ibadah haji tampaknya doa itu harus menjadi bagian urat nadi kehidupan kita. Kita minta diberikan kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat.
Menurut Ibnu Abbas salah seorang ulama tafsir di kalangan sahabat pernah menyebutkan bahwa yang dimaksud kebahagiaan dunia itu ada 6 yaitu:
Pertama, pasangan hidup yang sholeh. Pasangan hidup yang terdapat dalam Al-Quran dalam surat At-Tahrim disebutkan ada 3 macam pasangan hidup kita yaitu:
a) Tipe pasangan hidup Nabi Nuh. Nabi Nuh orang sholeh beliau diberi umur hampir 1.000 tahun dan hampir dari seluruh umurnya habis untuk dakwah, tapi ternyata istrinya sendiri yang termasuk menentang dakwahnya. Ada tipe seperti ini suami tidak pernah ketinggalan shalat, shaum senin-kamis namun istrinya tidur saja.
b) Seperti Firaun. Kita kenal Firaun simbol kedzoliman dan ketakaburan. Apalagi ada 3 pencetus kesombongan yaitu : ilmu, kekayaan dan kekuasaan. Namun Firaun yang begitu dzolim dan takaburnya, memiliki istri yang sholehah. Kata Rasul ada 3 wanita sholehah (riwayat Imam Muslim):
– Khadijah : istri Rasulullah
– Maryam : ibunda nabi Isa
– Asiyah : istri Firaun
Tipe ini adalah istrinya taat beribadah namun sang suami jauh dari Allah.
c) Keluarga Imran. Imran adalah orang sholeh, punya istri sholeh, punya anak (Maryam) orang sholeh dan cucu (Nabi Isa) juga sholeh. Sebenarnya bukan hanya keluarga Imran saja, ada keluarga Rasulullah, keluarga Ibrahim namun mereka semua Nabi sedang Imran bukan Nabi.
BACA JUGA: Ya Allah, Berkahi Kami Di Dunia dan Di Akhirat
Bagi yang belum menikah ada empat kriteria pasangan hidup : ganteng/cantik, pinter, kaya dan sholeh. Namun setelah dicari tidak dapat empat kriteria tersebut yang penting adalah hidup dan sholeh. Tentu harus klop antara doa dan ikhtiar, mencari pasangan sholeh jangan dicari di diskotik, cafe, dan lain-lain, tapi carilah di majelis taklim seperti ini.
Kedua, anak yang jadi penyejuk hati. Anak bisa jadi surga dunia atau neraka dunia. Walau keluarga pas-pasan tapi anaknya sholeh maka dianggap oleh lingkungan sebagai keluarga yang sukses/ berhasil.
Ketiga, lingkungan yang sholeh. Kalau kita punya teman yang sholeh itu adalah kebahagiaan dunia. Tidak semua orang pintar/ cerdas, arif dalam menghadapi persoalan. Tidak selamanya kecerdasan berbanding lurus dengan kebijaksanaan. Majelis taklim bukan hanya sekedar ilmu, tapi mencari teman-teman dan lingkungan yang sholeh.
Nabi SAW bersabda, “Siapa yang duduk di majelis taklim dan niatnya ikhlas maka malaikat akan memberi barokah kepada majelis itu dan langkah yang dilakukan akan menjadi kifarah dosa-dosanya. Maka yang rumahnya jauh itu lebih bagus asal ikhlas.”
Keempat, harta yang halal. Kalau yang menjadi paradigma kita atau tolak ukur kita itu harta yang banyak, hati-hati kita cenderung menghalalkan segala cara. Karena demi banyak itu. Tapi kalau tolak ukur kita itu harta yang halal insya Allah kita akan bekerja keras mencari yang halal, syukur-syukur bisa banyak. Sehingga bagaimanapun harta yang banyak itu akan memberikan kemudahan bagi kita dalam bertaqarub kepada Allah.
Kelima, keinginan untuk memahami Islam dan mau mengamalkan. Ada keinginan/ semangat untuk memahami Islam itu patut disyukuri sebab tanpa keinginan yang kuat dan karunia Allah kita tidak mungkin hadir disini. Problem terbesar yang dihadapi umat Islam adalah banyak yang mengakui dirinya muslim tapi tidak mau memahami Islam, itu problem kita.
BACA JUGA: Jadikan Akhirat di Hatimu, Dunia di Tanganmu
Keenam, umur yang barokah. Nabi bersabda, “Kalau kamu meninggal kamu akan mendengar derap kaki orang yang mengantarkan kamu itu pulang dan yang setia menemani adalah amal sholeh. Makanya ukuran kebahagiaan dunia adalah bagaimana kita bisa mengisi hidup dengan kesholehan. Usia makin bertambah, kita juga makin sholeh.”
Jadi ketika kita mengatakan ‘Ya Allah beri kami kebahagiaan dunia’ enam hal itulah yang kita minta. Pasangan hidup yang sholeh, anak yang sholeh, lingkungan yang sholeh, harta yang halal, keinginan untuk memahami Islam (ilmu yang bermanfaat) dan umur yang barokah. []
Referensi: E-book Kumpulan Tausyiah Aa Gym