Oleh: Aisy Mujahidah Ummu Azzam
Pegiat Revowriter dan Member WritingClassWithHas
DI era zaman now ini kita dihadapkan dengan berbagai macam krisis yang melanda para generasi. Terutama para pemuda yang sebagian besar mengalami krisis moral dan krisis jati diri. Semua itu terjadi karena minimnya pemahaman agama pada diri mereka.
Sehingga tidak mampu membentuk keimanan yang kuat dan memunculkan rasa takut kepada Allah. Keimanan sebagian para pemuda saat ini begitu rapuh sehingga dengan mudahnya dicekoki pemikiran-pemikiran asing. Salah satunya ide kebebasan dimana mereka bisa melakukan apa saja tanpa memperdulikan halal dan haram.
BACA JUGA: Ini Cara Bersahabat dalam Islam
Melihat fenomena sebagian besar para pemuda muslim saat ini membuat kita rindu dengan sosok pemuda terbaik pada zaman Rasulullah. Jika umat terbaik adalah zaman Rasulullah, maka cerminan pemuda terbaik pun adalah pemuda zaman Rasulullah.
Adalah Zubair bin Awwam, sosok pemuda yang dirindukan. Salah seorang sahabat yang mulia. Juga termasuk salah satu dari 10 orang yang dijamin masuk surga walaupun saat itu ia belum meninggal dunia. Ia juga salah seorang dari enam ahli syura, yang memusyawarahkan pengganti khalifah Umar bin Khattab. ini merupakan pengakuan terhadap kematangan ilmunya.
Zubair bin Awwam merupakan keponakan dari ibunda Khadijah radhiallahu‘anha, karena ayahnya adalah saudara laki-laki sang ummul mukminin. Adapun ibunya adalah bibi Rasulullah SAW, Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Dilahirkan sebelum hijrah dan masuk Islam saat berusia 15 tahun di Makkah melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu‘anhu.
Keislamannya menimbulkan kemarahan para kafir Quraisy, terutama dari kalangan keluarganya. Pamannya menggulung badannya dengan tikar, lalu dipanaskan dengan api agar ia kembali ke agama nenek moyangnya. Namun dengan keyakinan yang kuat ia katakan, “Aku tidak akan kembali kepada kekufuran selama-lamanya.”
BACA JUGA: Masjid di China Ini Dibangun Sahabat Nabi
Zubair memiliki pendirian yang teguh, tidak mau kembali ke agama nenek moyangnya sebagai penyembah berhala. Walau disiksa, rasa takut tak ada dalam dirinya. Itu semua karena keyakinannya akan Islam. Baginya ini adalah agama yang benar, sedangkan kepercayaan yang dianut oleh keluarganya adalah salah.
Kebencian orang Quraisy semakin menjadi saat melihat semakin gencarnya dakwah Rasulullah SAW dan semakin banyaknya dari kalangan mereka yang memeluk Islam. Berbagai penyiksaan kepada umat Islam diberikan oleh orang Quraisy. Hingga membuat umat Islam harus dua kali berhijrah, ke Habasyah dan Madinah. Zubair juga ikut serta dalam kedua hijrah ini. Dan pada hijrah pertama ke Habasyah, Ia menikah dengan putri Abu Bakar, Asma binti Abu Bakar radhiallahu‘anha saat hijrah ke Habasyah.
Sejak masuk Islam Zubair tidak pernah jauh dari Rasulullah SAW. Ia tidak rela jika ada orang yang menyakitimu Rasulullah SAW. Ia sangat mencintai Rasulullah SAW dan selalu melindunginya. Karenanya, Ia pun diberi julukan pembela Nabi karena Ia adalah orang pertama yang menghunuskan pedangnya demi membela Rasulullah SAW. Dari Aurah dan Ibnu al-Musayyib keduanya berkta, “Laki-laki pertama yang menghunuskan pedangnya di jalan Allah adalah Zubair.” itu terjadi saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diganggu, lalu ia menghunuskan pedangnya kepada orang-orang yang mengganggu Nabi.
Zubair bin Awwam pun di juluki Hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di hari Perang Ahzab, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair menjawab, “Saya (ya Rasulullah)” Beliau kembali bertanya, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?” Zubair kembali merespon, “Saya” Lalu Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki hawari (teman-teman setia), dan hawariku adalah Zubair.”
BACA JUGA: Sahabat Pertama yang Disebut Amirul Umara
Pada bulan Rabiul Awal tahun 36 H Zubair wafat. Saat itu beliau berusia 66 atau 67 tahun. Ia dibunuh oleh seorang yang bernama Amr bin Jurmuz. Kabar wafatnya Zubair membawa duka mendalam bagi amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.” Saat pedang Zubair dibawakan ke hadapannya, Ali pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemilikinya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari)
Setelah jasadnya selesai dimakamkan, Ali mengucapkan kalimat perpisahan kepada Zubair, “Sungguh aku berharap bahwa aku, Thalhah, Zubair, dan Utsman termasuk orang-orang yang difirmankan Allah,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 47)
Ali menatap kubur Thalhah dan Zubair sambil mengatakan, “Sungguh kedua telingaku ini mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Thalhah dan Zubair berjalan di surga.”
Subhanallah begitu indahnya sepenggal kisah dari seorang pemuda Zubair bin Awwam. Pemuda yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk Islam. Semoga Allah senantiasa meridhai dan merahmatimu wahai hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menempatkanmu di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan.
Hanya Islam yang mampu membentuk pemuda-pemuda sekaliber Zubair bin Awam yang rela menghabiskan masa mudanya untuk meninggikan kalimat Allah. Pemuda bangkit hanya dengan Islam. Ayo para pemuda muslim bangkitlah, songsong masa depan singsingkan lengan bajumu berjuang di jalan Allah menuju kebangkitan Islam. Wallah a’lam bi ash-hawab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.