TAK ada yang lain selain cinta yang bisa disampaikan ketika kita berbicara tentang Rumi, begitulah kata pengantar yang disampaikan oleh Haidar Bagir dalam bukunya yang berjudul ”Mereguk Cinta Rumi”.
Maulana Jalaludin Rumi seorang sufi yang berasal dari Persia. Pengabdian dirinya terhadap tasawuf bermula dari gairahnya kepada disiplin dan ajaran-ajaran para sufi. Ayahnya yang merupakan seorang teolog dan khatib besar menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Rumi dalam mengarungi bahtera sufistik.
BACA JUGA: Ketika Syekh Memerintahkan Rumi Membeli Khamr
Tujuan hidupnya ialah menjadi “manusia sempurna” dalam artian bahwa ia mendedikasikan hidupnya berada di jalur yang benar menuju keabadian yakni disisi Tuhannya. Kecintaannya terhadap Tuhan Yang Maha Pemberi Cinta menjadikan ia sosok yang dijadikan rujukan dalam bertasawuf. Ajaran-ajarannya yang tidak pernah terlepas dari cinta selalu diburu oleh kehausan seorang alim baik dari timur ataupun barat.
Ajarannya yang sangat berpengaruh hingga saat ini ialah apa yang disebut dengan trilogy matafisik. Trilogy matafisik yang ia maksudkan adalah Tuhan, alam dan manusia. Ajaran Rumi mengenai Tuhan telah dikembangkan dalam kitab suci al-Quran yang menyatakan bahwa Tuhan adalah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin. Tuhan sebagai sumber dan tempat tujuan akhir dalam kehidupan ini.
Perjalanan yang dilalui oleh manusia menuju Sang Akhir adakalanya menyimpang dari jalan yang seharusnya dan menempuh jalan yang membuat manusia lebih jauh dari Sang Awal. Dari sinilah muncul konsep utama ajaran Rumi yakni Isyq (ardent love/cinta membara). Konsep ini muncul disebabkan keterpisahan antara manusia sebagai pecinta (Asyiq) dan Tuhan sebagai kekasih (Mas’yuq).
Selanjutnya adalah konsep Rumi tentang alam semesta. Motif penciptaan alam oleh Tuhan adalah cinta. Bagi Rumi cinta adalah energy universal. Alam semesta ini dapat hidup dan bergerak disebabkan oleh cinta Tuhan. Disebutkan dalam sebuah kutipan dalam artikel Ali Masrur (2014) bahwa “alam itu mati dan beku laksana salju kalau bukan karena cinta”.cinta menjadi bagian paling central dalam penciptaan alam semesta. Tanpa cinta Tuhan alam semesta ini tak dapat hidup dalam ketenangan.
Yang terakhir ialah konsep Rumi tentang manusia. Dalam pandangan Rumi, manusia memiliki posisi yang istimewa baik kaitannya dengan Tuhan maupun alam. Rumi memandang bahwa manusia merupakan tujuan akhir dari penciptaan. Rumi pun mengatakan bahwa manusia menjadi alasan diciptakannya alam semesta. Dapat dilihat bahwa manusia merupakan ciptaan yang benar-benar Tuhan jadikan sebagai wakil-Nya di muka bumi. Cinta menjadi alasan utama mengenai konsep manusia. Manusia menjadi insan kamil diantara makhluk yang lainnya. Diberikan akal dan kemampuan berbicara merupakan kelebihan dan bentuk kecintaan Tuhan terhadap ciptaannya.
BACA JUGA: Begini Pandangan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani Soal Bencana Alam
Dari ajaran-ajaran yang ia munculkan dalam tasawuf ini selalu berorientasi pada cinta. Cinta terhadap Sang Maha Cinta dan cinta terhadap ciptaan Sang Maha Cinta. Tak dapat dipungkiri bahwa pengaruhnya sangat besar terhadap kelangsungan tasawuf. Bagaimana ajarannya bisa sampai pada kita? Tentunya banyak karya-karya yang telah ia buat mengenai tasawuf ini. Ia menuangkan segala kecintaannya dalam untaian kata yang begitu indah.
Walaupun karya-karyanya ini tidak berkenaan dengan fakta-fakta historis, namun secara singkat memberikan gambaran besar beberapa yang menjadi sumber antusiasme mistis serta inspirasi puitisnya. Tidak serta merta syair-syairnya hanya berupa rangkaian kata saja, banyak pelajaran dan pengalaman sufistik yang dapat diindahkan kembali oleh pembacanya. Tentunya berupa pengalaman dan perasaan cinta yang ia miliki untuk Tuhannya dan manusia-manusia sahabat Tuhan.
Rumi mengatakan bahwa hidup sesungguhnya tak lain adalah meraih cinta-cinta sejati itu-Cinta pada puncak kesempurnaannya. Rumi juga menyebut cinta sebagai “(Mata) Air hidup kita”. Terlalu banyak karyanya yang berupa syair-syair cinta. Disebutkan oleh Ali Mastur dalam artikelnya bahwa karya sastra Rumi sangat banyak dengan kualitasnya yang sangat mengagumkan , misalnya saja dalam buku Diwan-I Syams-I Tabriz terdapat 2.500 lirik. Syair-syairnya yang indah seperti ungkapan cintanya kepada Tuhan sangat banyak jumlahnya. Walaupun ia mengungkapkan hanya dengan beberapa kata saja tetapi makna didalamnya sangatlah luas dan mengena. Seperti ungkapannya, “Mencinta adalah meraih Tuhan.”
Ia berusaha menjelaskan betapa cinta itu luar biasa, hanya dengan cinta ia bisa dekat dengan Tuhan, karena Tuhan adalah sumber segala cinta, bahkan Tuhanlah cinta itu. Maulana Jalaludin Rumi, Sang Pujangga Cinta. []
Sumber: – Mereguk Cinta Rumi Serpihan-serpihan Puisi Pelembut Jiwa, Haidar Bagir (Jakarta:Mizan,2016)
– Maulana Jalaludin Rumi, Ali Masrur , (Wawasan, Vol.37, no.1, Januari-Juni,2014)
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.