Oleh: Agus Yulianto*
DEWASA ini anak-anak sedang deman dengan salah satu film kartun Naruto. Sejak kemunculannya di Indonesia sekitar tahun 200, film ini telah mencuri hati anak-anak bahkan sampai orang dewasa. Sosok ninja jagoan berambut kuning itu sangat hangat dibicarakan anak-anak, remaja bahkan dewasa di hampir seluruh pelosok negeri ini.
Naruto digambarkan sebagai seorang ninja yang bersemangat, pemberani, hiperaktif, dan ambisius dalam meraih apa yang diinginkan. Begitulah gambaran sosok yang saat ini menjadi buah bibir. Bukan hanya diperbincangkan, mulai dari gaya rambut pun menjadi tren mode anak-anak zaman sekarang. Lantas bagaimana kita harus menyikapinya?
BACA JUGA: Premature in Love
Setiap generasi memiliki dunianya sendiri. Kalau kita mengambil sisi positif dari film itu, sebenarnya banyak sekali. Anak-anak kita diajarkan, bagaimana menjadi pribadi yang pemberani, mandiri, suka menolong dan membela kebenaran? Namun, perlu diperhatikan juga sisi negatif dari film tersebut. Kalau kita jeli sebenarnya ada sisi yang perlu kita waspadai mulai dari adegan kekerasan, penyiksaan, tutur bahasa yang tidak jarang terdengar vulgar dan kasar bahkan sampai cara berbusana yang tidak sopan. Bisa dibayangkan jika tidak ada orang tua atau orang dewasa yang membimbing mereka, nilai-nilai etika dan moralitas bisa tergerus oleh arus globalisasi kapitalis seperti sekarang ini.
Sebenarnya masih banyak naruto-naruto lainnya yang hadir ditengah-tengah kita. Seperti film yang terbungkus kelucuan “Tom & Jerry” yang secara tidak sadar juga menampilkan adegan kekerasan. Selain itu ada beberapa film anak-anak katagori berbahaya, seperti; Crayon Sichan yang cenderung vulgar, penuh pelecehan dan sesungguhnya itu film katagori dewasa. Beragam bentuk hiburan yang menarik hati anak-anak hadir menyeruak ke tengah-tengah kehidupan mereka dengan mudahnya. Memang tidak mudah untuk mengisolasi anak-anak kita dari tontonan semacam itu.
Memang seperti inilah salah satu konsekuensi hidup di era pasar bebas dan globalisasi. Kita disuguhi beragam produk-produk menarik yang spektakuler, baik dari dalam maupun luar negeri, ditambah lagi dengan kecanggihan teknologi informasi yang semakin maju dan berkembang pesat. Membuat hal-hal tersebut mudah untuk diakses dan didapatkan.
Di sinilah muncul tantangan pada kita sebagai orang yang peduli akan masa depan anak-anak kita. Oleh karenanya, kita harus memberdayakan diri untuk menghadapi tantangan di era digital yang memang semakin kompleks. Jangan sampai sebagai orang tua dan pendidik lebih suka menyalahkan anaknya dan orang lain daripada melihat ke dalam diri sendiri?
BACA JUGA: Meluapkan Amarah Depan Anak, Begini Bahayanya
Memprihatinkan bukan? Sebagai orang tua dan orang dewasa kita harus mewaspadai keberadaan media. Baik buruknya media pada akhirnya kembali pada kita sebagai orang tua dan orang dewasa. Menurut Masruri (2015), berdasarkan laporan konferensi pers Gerakan Nasional Hari Tanpa Televisi tahun 2008 lalu, Anak dan remaja merupakan khalayak khusus yang rentan terhadap pengaruh media. Jangan heran kalau saat ini anak-anak kita mengalami tumbuh kembang yang begitu cepat. Sehingga generasi saat ini mendapatkan label generasai kids zaman now, yakni mengalami perkembangan begitu cepat yang tidak sesuai dengan kapasitas usia mereka. Melihat kenyataan tersebut, kita tentu dihadapkan pada tantangan berat. Saat ini, mau tidak mau, kita dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman yang sesuai dengan dunia mereka. Kita tentunya masih ingat dengan perkataan Sahabat Rosulullah saw, Ali bi Abi Thalib,
“Wahai kaum muslim. Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya karena mereka hidup bukan di zamanmu.
Generasi kids zaman now merupakan generasi dimana anak-anak meniru apa yang dilihatnya, baik dalam keseharian maupun di media massa. Medialah yang akhirnya membentuk sebagian kepriadian generasi saat ini. Misal, sebuah tayangan ditelevisi menyajikan adegan-adegan visual dalam program acara, maka dari situlah pada mulanya anak-anak melakukan proses peniruan.
Jangan kaget ketika melihat anak-anak sekarang secara penampilan layaknya seperti orang dewasa. Ibarat sebuah bumbu dalam masakan yakni ‘micin’. Banyak dijumpai makanan yang mengandung banyak micin menyebabkan kualitas anak zaman sekarang tidak seperti anak-anak zaman dulu.
Lantas bagaimana seharusnya peran kita dalam mendidik generasi yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan kids zaman now?
Generasi kids zaman now bukanlah generasi yang suka mendengar ceramah yang berisi nasehat-nasehat. Mereka merupakan generasi yang memiliki sebuah rasa percaya diri tinggi sehingga di dalam dirinya merasa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan segala persoalan.
Peran kita dalam mendidik generasi kids zaman now antara lain;
(1) Ciptakan suasana demokratis;
Bersikap otoriter, menganggap diri kita sebagai yang paling tahu dan berpengalaman sehingga mereka tak diperkenankan membantah semua pernyataan, ini adalah sesuatu yang keliru. Jika mereka harus selalu menurut apa pun yang kita katakan, dikhawatirkan tindakan ini bisa menghambat kemandirian dalam diri mereka. Apalagi jika mereka melakukan kesalahan, lantas kita bentak dan kita pukul. Tentu saja tindakan tersebut sangat tidak tepat dan akan merusak mental mereka.
Ketika ada suatu permasalahan kita harus bisa menjelaskan sesuai kerangka berfikir mereka ‘apa dan mengapa’ sebabnya. Dengan begitu kita secara tidak langsung telah menumbuhkan sikap demokratis. Agar suasana dialog tercipta kondusif, maka cobalah bersikap lebih bersahabat dengan mereka. Sikap bersahabat memiliki peran yang sangat besar dalam memengaruhi jiwa anak.
(2) Menjadi teladan;
Keteladanan merupakan salah satu metode yang bagus dalam mendidik anak-anak baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Mereka akan meniru perilaku orang dewasa yang berada didekatnya. Oleh karena itu, keteladanan merupakan media yang paling efektif bagi anak-anak menuju keberhasilannya.
BACA JUGA: Ayo Bantu Traumatic Healing Anak-anak Palu!
Kita harus dapat menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Kondisi saat ini anak-anak kehilangan sebuah figur untuk di contoh. Al hasil, mereka mencontoh tokoh-tokoh dalam sebuah film yang sebenanrnya tidak sesuai dengan umur mereka.
(3) Beri Pengakuan dan Penghargaan;
Jangan pernah malu untuk memberikan sebuah pengakuan dan penghargaan yang tulus kepada anak-anak atas tugas-tugas sederhana yang telah mereka kerjakan. Jangan sekali-kali meremehkan hasil kerjaan mereka. Penghargaan awal ini akan memberikan semangat baru dalam kehidupan mereka untuk melakukan tugas-tugas selanjutnya yang lebih besar.
(4) Menyamakan Visi;
Dua kepala sekalipun sedarah sering memiliki isi yang berbeda. Generasi old (generasi tua) cenderung menginginkan sesuatu yang nyaman, sebaliknya dengan generasi now (generasi masa kini) zona nyaman sering dianggap bakal membuat hidup berjalan di tempat, kalau tidak malah tertinggal zaman (kuper). Jalan menuju kemajuan menurut generasi zaman now hanya bisa didapat lewat perubahan. Dua visi dari generasi yang berbeda tak mungkin bisa diajak jalan beriringan. Oleh karena itu, menyamakan visi dua generasi sangatlah penting sebelum memulai sebuah pembenahan.
Anak-anak zaman sekarang mengalami tantangan. Mereka menghadapi longsornya wibawa dan runtuhnya norma-norma sosial dalam pergaulan yang membingungkan. Orang tua mengalami tantangan mendidik anak ditengah kecanduan gadget yang meracuni.
Pada zaman digital, anak-anak muda disebut generasi alay—-anak layangan atau generasi galau alisa anak baru labil. Mereka tehubung dengan dunia maya secara on line dan real time. Mereka berteman, bergaul dan membentuk komunitas. Mereka paham betul teknologi informasi berikut para selebritasnya. Itulah generasi kids zaman now.
Oleh karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan manusia sesungguhnya memiliki kelemahan, potensi, kecerdasan dan watak yang ketika dibiasakan dengan akhlak yang luhur, disiram dengan pengetahuan, dan ditopang dengan amal shalih, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan. Namun, jika dibiarkan kebiasaan tercela pasti akan tumbuh dalam kejelekan dan kerusakan. Begitulah. []
*Agus Yulianto. Suka menulis cerpen, cernak, puisi dan esai. Tulisan-tulisanya terhimpun dalam sebuah antologi. Buku antologi terbarunya perjamuan kopi di kamar kata (2018), Prosa Pendek Pengkhianatan (2018), kumpulan esai Pendidikan Abad 21 Program Pascasarjana UPI, Buku terbarunya kumpulan esai Gagasan Guru Konyol Gado-gado Pendidikan. Cerita Pendek, Cerita Anak, Puisi, dan beberapa esainya pernah dimuat di koran Harian Umum Solopos, Harian Umum Joglosemar, Majlah On Line Simalaba, Nusantara News, Flores Sastra, Majalah Hadila, dan lain sebagainya. Penulis Tinggal di Dusun Ngemplak RT 02/02, Suruh, Tasikmadu Karanganyar Jawa Tengah.
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.