IBNU Katsir menjelaskan, dinamakan hari Jumat karena hari itu merupakan ‘saat berkumpul’. Umat-umat terdahulu telah diperintahkan untuk mengadakan hari berkumpul pada tiap pekan.
Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasulullaah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Kamilah orang-orang terakhir tetapi yang pertama masuk surga di hari kiamat, hanya saja diberi kitab sebelum kami, dan hari inilah diwajibkan atas mereka, tetapi mereka berselisih, maka Allah memberikan petunjuk kepada kami, maka orang-orang dibelakang kami, orang Yahudi esok pagi dan Nashara lusa.” (H.R Bukhari Muslim)
BACA JUGA: Khotbah Jumat di Masjidil Haram, as-Sudais Singgung Isu Miring soal Arab Saudi
Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, terdapat perbedaan pendapat tentang alasan dinamakannya Jumat. Akan tetapi ada kesepakatan bahwa pada masa jahiliyah dinamakan dengan ‘aruubah’. Menurut As Suhaily, artinya adalah rahmat, ( kitab Ruhul Ma’any 28/29). Adapun pendapat lain, alasan dinamakan Jumat karena sempurnanya penciptaan dikumpulkan pada hari itu.
Jumat merupakan sebaik-baiknya hari. Juga, sering dikenal dengan salah satu hari rayanya umat Islam.
BACA JUGA: Khutbah Jumat: Menjaga Amanah
Seorang mukmin yang menjaga aqidah akan memahami dan memperlakukan hari Jumat sesuai dengan penjelasan serta petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Tidak menilai hari dengan mengikuti asumsi dan larut dalam pola pikir serta tradisi. Tidak asal mengikuti apa yang pernah dilakukan orang-orang terdahulu. Tapi harus menilai sesuatu dengan ilmu.
Seperti dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala, “ Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (Q.S Al Isra:36). []
Sumber: Rahasia & Keutamaan Hari Jumat/ Karya: Komarudin Ibnu Mikam/ Penerbit: Qultum Media