TANYA: Saya menjalin hubungan dengan seorang yang secara penampilan fisiknya terlihat baik dan shalih hingga berencana akan menikah. Namun saya kaget ketika dia berterus terang bahwa pada waktu kuliah dia pernah berzina. Bolehkan saya tetap menikahinya? Padahal ada ayat yang melarang menikahi pezina?
JAWAB: Sebelum menjawab persoalan ini, ada baiknya kita simak kisah di zaman Rasulullah dan sahabat yang bisa dijadikan pelajaran.
Alkisah seorang laki-laki bernama Martsad al-Ghanawi diutus secara rahasia oleh Nabi Muhammad ke kota Mekah untuk menyelamatkan beberapa orang muslim yang tertawan di sana.
Saat berada di Mekah, Martsad berjumpa dengan bekas teman wanitanya pada masa jahiliah bernama ‘Anaq yang berprofesi sebagai pelacur.
Ketika itu, ‘Anaq mengajaknya tidur bersama di rumahnya. Namun, Martsad menjelaskan kepadanya bahwa ajaran Islam mengharamkan segala macam perzinaan yang berlaku pada zaman jahiliah.
“Kalau begitu, nikahilah aku,” pinta ‘Anaq.
“Tidak, sebelum aku menanyakan hal ini kepada Rasulullah,” tegas Marstad.
Sepulangnya ke Madinah, Martsad bertanya kepada Rasulullah.
“Bolehkah saya mengawini ‘Anaq, ya Rasulullah?”
Rasulullah berdiam diri sebentar lalu membacakan wahyu yang baru saja diterimanya, “Laki-laki pezina tidak mengawini melainkan perempuan pezina atau wanita musyrik, dan perempuan pezina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki pezina atau musyrik. Dan diharamkan yang demikian atas orang-orang mukmin.” (Q.S. An-Nur 24: 3).
Lalu beliau berkata kepada Marstad, “Jangan mengawininya!” (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Bertolak dari ayat ini, disimpulkan bahwa haram hukumnya laki-laki baik-baik menikahi wanita pezina, demikian juga haram hukumnya perempuan baik-baik menikah dengan laki-laki pezina.
Lalu bagaimana kalau wanita atau laki-laki tersebut sudah bertobat? Apakah larangan ini masih berlaku? Cermati riwayat berikut.
Seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas r.a., “Aku pernah berselingkuh dengan seorang perempuan dan aku berzina dengannya. Namun Allah telah mengaruniakan jiwa tobat atas diri kami, dan kini aku akan menikahinya. Tetapi ada beberapa orang mengatakan kepadaku bahwa laki-laki pezina tidak boleh mengawini selain perempuan pezina?” Ibnu Abbas menjawab, “Itu tidak ada kaitan dengan apa yang Anda tanyakan. Nikahilah perempuan itu dan tidak ada dosa menikah dengannya!”
Ibnu Jarir merawikan tentang seorang perempuan yang pernah melakukan zina, lalu ia sangat menyesali perbuatannya hingga berusaha bunuh diri dengan cara menggoreskan pisau pada nadinya, namun ia berhasil diselamatkan. Setelah itu, ia dibawa pindah oleh pamannya ke kota Madinah bersama keluarganya yang lain, dan di sana perempuan tersebut menekuni Al Quran dan menjadi perempuan paling salehah di antara perempuan-perempuan salehah di Madinah.
Tidak lama kemudian, ia dilamar melalui pamannya yang juga seorang yang saleh dan tidak ingin menipu siapa pun berkaitan dengan masa lalu kemenakannya itu. Maka ia menghadap khalifah Umar bin Khattab r.a. untuk meminta fatwanya. Umar r.a. berkata, “Bila laki-laki yang kau sukai akhlaknya itu melamarnya, maka nikahkanlah dia!”
Bertolak dari riwayat-riwayat ini, para ulama sekaliber Imam Malik, Ahmad bin Hambal, Syafi’i, Abu Hanifah, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim berpendapat bahwa diperbolehkan menikah dengan wanita atau laki-laki pezina yang telah bertobat.
Jadi, yang diharamkan adalah menikah dengan laki-laki atau wanita pezina yang masih “aktif”, tetapi kalau sudah bertobat, dia dinilai bukan pezina lagi tetapi “mantan” pezina.
Kesimpulannya, hukumnya haram menikah dengan laki-laki atau wanita pezina yang masih “aktif”, namun kalau mereka sudah bertobat alias sudah “non-aktif”, kita diperbolehkan menikah dengannya.
Hemat saya Anda juga harus menghargai kejujurannya yang telah berterus terang tentang masa lalu. Anda bisa bayangkan betapa hancur hatinya bahkan masa depannya jika Anda membatalkan niat Anda untuk menikahinya setelah ia berkata jujur. Bisa jadi ia akan menjadi tertutup.
Yakinlah bahwa setiap orang pasti mempunyai masa lalu dan yang terpenting adalah merencanakan dan membangun masa depan yang lebih baik. Sekali lagi menurut saya jika Anda tulus dan ikhlas ingin menikahinya insya Allah itu tidak berdosa. Justru Anda berjiwa besar dan akan mendapat pahala dari Allah Swt atas niat baik Anda tersebut.
Bangunlah masa depan dengan komitmen bersama untuk menjadi lebih baik lagi dan jadikan masa lalu sebagai pelajaran. [ ]
Sumber: Ustadz Aam Amiruddin, Percikan Iman.