BANGKOK—Seorang pejabat di Thailand mengungkapkan, negarnya tengah mempertimbangkan legalisasi ganja untuk medis. Jika hal tersebut terealisasi, Thailand akan menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan ganja.
“Ke depannya, Thailand akan merebut kembali warisan budaya, dengan menjadi penumbuh, pengolah, dan produsen produk ganja terkemuka di dunia,” kata Jim Plamondon, Wakil Presiden Pemasaran di Thai Cannabis Corporation, yang merupakan perusahaan ganja legal pertama di Negeri Gajah Putih.
BACA JUGA: Laporan: Lebih dari 50 Persen Tentara Israel Merokok Ganja
Menurut laporan Grand View Research, hal itu memungkinkan Thailand memasuki pasar perdagangan senilai US$ 55,8 miliar (setara Rp 844 triliun) pada 2025.
“Setiap perusahaan yang serius tentang ganja harus mulai memindahkan rantai pasokannya ke Thailand,” Kata Jim.
Saat ini, rancangan undang-undang yang mengizinkan penggunaan ganja secara terbatas, telah dikirim ke Majelis Legislatif Nasional (NLA) junta militer.
“Kami telah menyampaikan proposal tersebut kepada pemerintah,” ujar Jet Sirathraanon, ketua komite kesehatan publik NLA, menambahkan bahwa akan ada pembacaan pertama di parlemen Thailand, dalam satu bulan ke depan.
Namun, pihaknya menegaskan, legalitasnya hanya berlaku bagi kebutuhan medis.
“Ganja hanya akan dijadikan bahan pengobatan, bukan untuk penggunaan lainnya,” tegasnya.
Selebihnya, ganja tetap ilegal di Thailand. Hukumannya dikaitkan dengan perdagangan narkoba. Namun, gagasan tentang legalisasi ganja sudah tidak asing bagi masyarakat Thailand.
BACA JUGA: Ganja, Sekarang Dijual Bebas dan Legal di Kanada
Pejabat pada pemerintahan sebelumnya sempat melontarkan usulan mereformasi UU Anti Narkoba. Beberapa tradisi lokal, terutama di kawasan utara Thailand, juga pernah memasukkan ganja sebagai bagian dari kebiasaan hidup masyarakatnya. Hal ini bisa terlihat pada penggunaan sebagai bumbu penyedap dan fungsi anti peradangan.
“Dengan keunggulan ini, Thailand dapat menghasilkan ganja yang luar biasa bagus, dengan biaya produksi lebih murah dibandingkan para petani Barat,” kata Jim. []
SUMBER: SOUTH CHINA MORNING POST