DONGGALA—Ustaz Abdul Somad menceritakan kisah terkait kota Palu, Donggala dan Sigi yang terkena musibah gempa beberapa waktu lalu. Cerita itu dituliskan Ustaz Abdul Somad di Instagram-nya.
Ustaz Abdul Somad membuka kisahnya dengan mengingatkan tentang tradisi adat lama yang dihidupkan kembali di Palu serta kesaksian korban yang berhasil selamat karena tidak ikut dalam tradisi tersebut.
BACA JUGA: Ustaz Abdul Somad Bertemu Din Syamsuddin, Bahas Persekusi
“Kepala kambing itu ditombak, dipersembahkan untuk setan -sebuah tradisi lama yang telah dikubur oleh Ulama dan Habib Sayyid Idrus bin Salim al-Jufry yang namanya diabadikan menjadi nama airport- dihidupkan kembali.
Ketika tombak mengena kepala kambing, air laut itu pun naik, semua yang dipentas itu habis. Jembatan baja, remuk. Hotel kokoh, ditelan tanah. Gedung-gedung rata.”
“Kenapa bapak selamat?” tanya saya
“Undanganku (untuk menghadiri acara itu) hilang.”
“APBD Sulteng itu 1T. Yang diluluh-lantakkan tsunami itu 24T. Hancur dalam 34 detik,” kata sahabat lama saya.
Ustaz Abdul Somad kemudian menceritaka kisah mengharukan tentang seorang bapak dan anak yang juga menjadi korban dalam musibah itu.
“Ayah, saya Khatam Quran, saya ingin makan Nasi Padang,” pesan permintaan anak.
Menjelang Maghrib, ayah pun pergi membelikan nasi Padang. Ketika sampai di rumah, kata Ibu, “Tolong beli air galon, habis.” Lalu ayah pergi membeli air galon.
Pulang dari warung, rumah sudah masuk ke dalam tanah, terdengar suara anak menjerit, “Ayah, saya mendengar suara ayah, melihat cahaya senter ayah, tapi air sudah masuk, sedikit lagi leherku tenggelam,” spontan sang ayah berucap, “Ikuti kata-kata Ayah:
“Laa ilaha ilallah.”
Kalimat terakhir yang ayah dengar dari celah reruntuhan itu adalah kalimat tauhid dari seorang anak sholih.
Bapak, berat ujian imanmu. Dulu ketika ia baru lahir, engkau yang membisikkan Lailahaillallah. Ternyata, saat ia akan meninggalkan alam ini, engkau jua yang membisikkan kalimat yang sama.
https://www.instagram.com/p/Bp4BwV9lOV4/
Ada juga pengalaman lain terkait gempa Palu yang diceritakan Ustaz Abdul Somad.
Lebih 10 meter tanah itu runtuh ke bawah, lebih 40 hektare rata dengan tanah.
“Kenapa ada bendera-bendera di atas tanah itu Ustadz?” tanya saya.
“Di bawah bendera-bendera itu jenazah yang masih tertinggal,” jawab Ustadz Munif, sahabat saya di Mesir dulu.
BACA JUGA: Ustaz Abdul Somad Direncanakan Hadir di Tabligh Akbar FORDAI di Cikarang
Di akhir, Ustaz Abdul Somad juga mengisahkan tentang seorang anak kecil yang tabah menghadapi ujian hidup di tanah Palu yang kini koyak karena diguncang gempa.
Seorang anak, umur 5 tahun, tinggal sebatang kara. Ayah, ibu, saudara, semuanya wafat. Setetes pun air mata tak meleleh di pipinya.
Orang-orang bertanya, “Mengapa kamu tidak menangis?”
Dia menjawab, “Tuhan marah kalau kita nangis.”
Ustaz Abdul Somad menutup cuplikan kisah-kisah menyentuh itu dengan menyebutkan soal penyaluran donasi.
“Insya Allah laporan penyaluran donasi akan kami sampaikan di postingan berikutnya,” tulis Ustaz Abdul Somad. []